Jakarta, jurnalredaksi– Anggota Komisi I DPR fraksi Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan Badan Intelijen Negara (BIN) harus turun tangan menyelidiki warga negara asing (WNA) diduga intelijen keluar masuk RI beberapa waktu lalu.
Pernyataan Bobby menanggapi hilir mudik warga negara asing atas nama Ghassem Saberi Gilchalan yang sebelumnya tertangkap di bandara Internasional Soekarno-Hatta saat tiba dari Doha, Qatar pada Mei lalu. Dari Ghassem, petugas mendapati sejumlah paspor dengan identitas berbeda si pemilik.
Beberapa paspor itu menimbulkan kecurigaan bahwa Ghassem merupakan intelijen yang tengah beroperasi di Indonesia.
“Patut dicurigai, kerja baik aparat yang bisa mendeteksi dan menganalisis sampai ditemukan WN tersebut,” kata Bobby saat dikonfirmasi jurnalredaksi.com, Jumat (10/12).
Meski Ghassem saat ini telah dijatuhi vonis oleh Pengadilan Negeri Tangerang, Bobby meminta BIN agar menyelidiki lebih jauh dugaan yang bersangkutan merupakan intelijen.
Pihaknya menduga aksi Ghassem merupakan jaringan terorganisir. Menurutnya, penyelidikan perlu dilakukan agar aksi serupa tidak kembali terjadi dan dugaan aksi kontra intelijen bisa dihindari.
“BIN sebagai koordinator intelijen negara perlu menindaklanjuti, agar bisa mengurai jaringan-jaringan lainnya, dan ke depan meningkatkan kepekaan terhadap aksi kontra intelijen dengan lebih rapat lagi,” ucap dia.
Usai didakwa atas kepemilikan dokumen palsu di PN Tangerang, Ghassem telah dijatuhi vonis dua tahun dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Keputusan itu telah inkrah setelah hakim juga menolak banding yang dilayangkan Ghassem.
Dari tangannya, petugas menemukan tiga paspor dengan asal negara berbeda. Dua paspor menunjukkan Ghassem berkewarganegaraan Bulgaria, satu paspor menunjukkan kewarganegaraan Iran.
Belakangan, dua paspor Bulgaria milik Ghassem palsu. Hal itu diakui Gahassem saat menjalani interogasi dengan tim SatReskrim Polres Kota Bandara Soekarno Hatta beberapa hari setelah ia diamankan.
Dalam sidang, hakim menyebut Ghassem sudah bolak balik ke Indonesia sebanyak 10 kali menggunakan paspor palsu.
(PR)