Jakarta, jurnalredaksi– Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belakangan disorot karena secara berturut-turut dikabarkan memiliki nilai utang yang tinggi. Setelah beberapa perusahaan dengan tingkat utang tinggi, dilakukan restrukturisasi namun kembali muncul BUMN berikutnya yang mengalami masalah yang sama.
Sebut saja sebelumnya masalah keuangan di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang muncul karena mismanajemen. Utang perusahaan kepada pemegang polisnya menumpuk hingga harus diselamatkan oleh negara.
Tak jauh berbeda, masalah yang sama juga terjadi di PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Dua perusahaan ini jor-joran investasi yang kemudian meninggalkan beban utang yang tinggi.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyebut beban utang BUMN ini sebenarnya disebabkan karena dua masalah utama. Kondisi keuangan BUMN yang sudah tidak baik sejak lama yang kemudian dieskalasi dengan adanya pandemi Covid-19.
“Kondisi berat yang dialami BUMN pada beberapa tahun terakhir, karena disebabkan dua hal utama. Pertama dampak pandemik covid-19 memukul kinerja semua industri termasuk BUMN,” kata Toto kepada Jurnal Redaksi, Jumat (17/12/2021).
“Kondisi kedua, memang sebelum pandemi merebak di 2019 akhir, kinerja BUMN tersebut sudah buruk,” lanjutnya.
Dia mencontohkan, beberapa BUMN seperti PT Angkasa Pura I dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengalami masalah keuangan karena pandemi Covid-19. Kondisi ini menggerus pendapatan dan laba perusahaan hingga akhirnya terpaksa mencetak raport merah pertama kalinya.
Sedangkan kondisi kedua seperti yang terjadi pada perusahaan seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), Krakatau Steel dan Holding perkebunan.
“Kondisi buruk kelompok kedua ini lebih disebabkan karena mismanagement, investasi yang tidak produktif, serta agility yang rendah menghadapi dinamika perubahan eksternal yang terjadi,” jelas Toto.
Beberapa perusahaan yang saat ini sedang menjadi perhatian karena tingginya utangnya seperti Garuda Indonesia. Nilai utang perusahaan disebut-sebut mencapai US$ 9,78 miliar atau Rp 138,88 triliun.
Dari jumlah utang tersebut, utang lessor (penyewa pesawat) tercatat mencapai US$ 9 miliar atau setara Rp 128 triliun.
Hal ini diketahui dari bahan paparan yang disampaikan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo di rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI.
Manajemen Garuda Indonesia dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan total seluruh utang PT Garuda Indonesia (Persero)Tbk (GIAA) bisa turun menjadi US$ 3,69 miliar atau setara dengan Rp 52,39 triliun (asumsi kurs Rp 14.200/US$).
Sedangkan Krakatau Steel dan Waskita Karya di 2020 dan 2021 ini telah berhasil melakukan restrukturisasi kewajibannya kepada kreditor. Sehingga pembayaran utang ini dapat ditunda hingga beberapa tahun mendatang.
Hal yang sama juga dilakukan oleh holding perkebunan PT Perkebunan Nusantara III (Persero).
(CA/AA)