Jakarta, jurnalredaksi– Setidaknya ada 4 tokoh yang bisa memenuhi kriteria Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin ibu kota negara “Nusantara”. Siapa saja? Setelah sempat mengungkap nama-nama tokoh yang menjadi kandidat kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN), terbaru, Jokowi menyampaikan kriteria calon pemimpin ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. “Paling tidak pernah memimpin daerah dan punya background arsitek,” kata Jokowi saat bertemu dengan beberapa pemimpin redaksi media massa nasional di Istana Kepresidenan, Jakarta, , seperti dikutip dari Tribunnews.com. Badan Otorita Nusantara tertuang dalam UU Ibu Kota Negara yang baru saja disahkan dan harus sudah terbentuk paling lambat akhir 2022. Lembaga setingkat menteri ini nantinya bertanggung jawab memimpin proses pemindahan dan pembangunan ibu kota baru di Penajam Passer Utara-Kutai Kartanegara. Bukan hanya untuk mengurus proses pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru saja, Otorita IKN juga akan menjadi penyelenggara Pemerintahan Khusus ibu kota Nusantara.
Kepala Otorita ibu kota negara beserta wakilnya dipilih langsung oleh presiden. UU IKN mengamanatkan, Jokowi punya waktu dua bulan untuk memilih kepala Badan Otorita IKN sejak undang-undang tersebut ditetapkan. “Dalam kurun waktu itu tentu saja nama-nama lain yang belum dimunculkan bisa dimunculkan ke publik. Sehingga presiden punya banyak pilihan untuk itu, dan waktu masih cukup,” ujar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Wandy Tuturoong, Jumat (21/1/2022). Sebelumnya, Jokowi membuka empat nama calon kepala Badan Otorita IKN. Mereka adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, eks Bupati Banyuwangi yang baru saja dilantik sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Abdullah Azwar Anas. Kemudian mantan Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro dan Tumiyana, eks Direktur Utama Wijaya Karya (WIKA).
Dari empat nama tersebut, hanya Ahok dan Azwar Anas yang bisa memenuhi syarat Jokowi. Itu pun hanya satu kriteria, yakni pernah memimpin daerah. Usai Jokowi menyampaikan harapannya, nama-nama tokoh yang berpeluang memimpin ibu kota negara Nusantara pun banyak diperbincangkan. Ada 4 nama kepala daerah atau mantan kepala daerah dengan latar belakang arsitek yang digadang-gadang bisa menjadi pemimpin IKN baru. Mulai dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Mensos Tri Rismaharini yang merupakan mantan wali kota Surabaya, Wali Kota Makassar Danny Pomanto, dan Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
Ridwan Kamil
Ridwan Kamil merupakan arsitek yang meraih gelar insinyurnya dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengalamannya sebagai arsitektur profesional membawanya ke berbagai belahan dunia, antara lain Amerika Serikat, Hongkong, dan Singapura. Pria yang memiliki nama lengkap Mochamad Ridwan Kamil ini menyabet gelar Master of Urban Design dari University of California, Berkeley, AS. Selama mendapatkan beasiswa S2, pria yang akrab disapa dengan panggilan Kang Emil ini bekerja paruh waktu di Departemen Perencanaan Berkeley. Ridwan Kamil pun mendapat gelar Doctor Honoris Causa untuk Bidang Inovasi Pemerintahan dan Pelayanan Publik dari Dong-A University, Busan, Korea Selatan, pada tahun 2019. Saat kembali ke Tanah Air usai mendapat master, Emil lalu mendirikan firma yang bersama teman-temannya di tahun 2024 bernama Urbane. Tak hanya itu, ia pun menjadi dosen di jurusan Teknik Arsitektur ITB hingga tahun 2013.
Bersama Urbane, Emil kerap mengikuti beberapa kompetisi dan meraih kemenangan. Total lebih dari 400 penghargaan diraihnya dari berbagai multi dimensi pembangunan dan kehidupan. Tak hanya tingkat nasional, tapi juga dari kancah internasional seperti China dan AS. Emil berhasil menyabet BCI Asia Top Ten Architecture Business Award selama 3 tahun berturut-turut, dari 2018-2010.
Selain Museum Tsunami, Emil merancang sejumlah bangunan yang cukup ternama baik di dalam maupun luar negeri. Bangunan rancangan Emil seperti Bakrie Tower, Gerbang Kemayoran, Marina Bay Waterfront Master Plan Singapura, Ningbo Newtown Tiongkok, Cibubur Islamic Center, dan La Venue Pasar Minggu. Pria kelahiran Bandung 4 Oktober 1971 itu juga merancang sederet masjid, di antaranya adalah Masjid Al Irsyad di Kota Baru Parahyangan dan Sumatera Barat Grand Mosque. Emil memulai karir politiknya pada tahun 2013 ketika ia terpilih sebagai Wali Kota Bandung. Dengan diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra, ia yang berpasangan dengan Oded Muhammad Danial bersalah memperoleh 45,24 persen suara. Nama bapak 3 anak itu pun mulai diperhitungkan sebagai tokoh nasional setelah berbagai gebrakannya saat memimpin Bandung menjadi sorotan. Gaya Emil yang kekinian juga mampu menarik perhatian anak muda. Berkat kemampuan yang ia miliki sebagai arsitek, Ridwan Kamil mampu membangun Kota Bandung menuju kota cerdas dengan berbagai inovasi dan kreativitas. Untuk memajukan Jawa Barat, pria yang pernah menjadi penjual es mambo di masa kecilnya tersebut menerapkan aplikasi teknologi bernama Bandung Command Center.
Popularitas dan elektabilitas Emil terus meningkat. Ia lantas maju di Pilkada Jawa Barat 2018 berpasangan dengan Uu Ruzhanul dengan mendapat dukungan dari Partai NasDem, PPP, PKB, dan Partai Hanura. Ridwan Kamil terpilih sebagai Gubernur Jabar periode 2018-2023 mengalahkan 3 calon lainnya, dengan perolehan 32,88 persen suara. Meski belum pernah bergabung dengan partai politik mana pun, suami Atalia Praratya ini memercayai bahwa masyarakat madani atau civil society perlu mendapat tempat dalam kepemimpinan politik.
Selama memimpin Bandung dan Jabar, Emil memiliki segudang prestasi dan penghargaan. Ia dinomatkan sebagai Wali Kota Terbaik 2017 dan Gubernur Terbaik 2017 karena sumbangsihnya yang besar bagi pembangunan Jawa Barat. Ridwal Kamil juga mendapat pengakuan dunia internasional melalui penghargaan Inovasi & Leadership skala Asia Pasifik dari Govlnsider di tahun 2019. Nama cucu tokoh ulama Jabar tersebut kini sudah mulai masuk bursa calon presiden maupun calon wakil presiden. Bahkan baru-baru ini Emil dipersilakan bergabung dengan PKB untuk menuju Pilpres 2024.
Tri Rismaharini (Risma)
Sebelum menjadi Mensos pada tahun 2020, Risma merupakan Wali Kota Surabaya selama 2 periode. Risma merupakan wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya sepanjang sejarah, yakni pada periode pertama 2010-2015 dan periode kedua 2015-2020. Sebelum menjadi wali kota, Risma barkarir sebagai PNS di lingkungan Pemda Surabaya. Wanita kelahiran Kediri pada 20 November 1961 ini menempuh pendidikan di jurusan Arsitektur Universitas Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS). Risma juga mengambil pendidikan masternya di ITS dengan jurusan Managemen Pembangunan Kota. Kerja keras Risma membangun dan memajukan Surabaya mendapat pengakuan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Tak kurang dari 300 penghargaan diterima Risma selama memimpin Kota Pahlawan itu. Penghargaan dari dalam negeri mulai dari Bung Hatta Anti-Corruption Award, Ki Hadjar Award, Satyalencana Kebhaktian Sosial, hingga penghargaan dari PGRI dan Kementerian Hukum dan HAM. Di kancah internasional, politikus PDI-P ini meraih Mayor Recognition Awards (MRA) dari The Eastern Organization for Planning and Human Settlements (EAROPH) pada 2014. Kemudian Risma juga mendapat penghargaan London Summit Leader dalam kategori Innovative City of the Future dan dan penghargaan ISESCO Kairo. Risma pun terpilih secara aklamasi menjadi Presiden UCLG-ASPAC (Asosiasi Pemerintah Kota dan Daerah se-Asia Pasifik) pada 2018, dan Women Empowerment Award (WEA) di Singapura tahun 2019. Lebih dari itu, ibu dua anak itu berhasil membawa Surabaya mendapatkan banyak penghargaan termasuk 8 kali piala Adipura Kencana. Kemudian ASEAN Environtment Suistanable City (2012), Global Green City dari Global Forum on Human Settlements PBB (2017).
Berkat Risma, Surabaya juga mendapat penghargaan UN Habitan Scroll of Honour (2018), Guangzhou Award: Online Popular City (2018), ASEAN Tourism Forum (ATF) 2018 atas inovasi Pemkot Surabaya dalam penggunaan teknologi di sektor pelayanan publik dan Kota Layak Anak (KLA) di tahun 2018 dengan nilai tertinggi di kategori utama. Pada 4 Maret 2015, Risma mendapatkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari ITS, yang diberikan dari bidang Manajemen Pembangunan Kota di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Risma juga berhasil meraih gelar Doktor Honoris Causa dari Tonghmyong University, Busan, Korea Selatan, atas profesionalisme dan dedidkasi dalam bidang arsitektur. Selama 10 tahun memimpin Surabaya, Risma sukses mewujudkan “good governance” di lingkungan pemerintahan kota tersebut. Ia berhasil mengubah wajah Surabaya menjadi kota yang ramah, tertata, bersih, sehat, dan hijau. Selain prestasi, gayanya yang unik membuat Risma mendapat banyak sorotan dari publik. Di satu sisi, Risma merupakan sosok keibuan yang lembut saat berhadapan dengan rakyat. Namun di sisi lain, ia bisa menampilkan gaya tegas dan tak segan memarahi anak buahnya yang tidak becus.
Istri dari Djoko Saptoadji itu juga berhasil menutup Dolly, lokasi prostitusi di Surabaya yang konon pernah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Meski diwarnai penolakan, penutupan lokasi prostitusi itu akhirnya bisa dilakukan dan diubah menjadi kawasan sentra ekonomi. Di lokasi eks Dolly ini, Risma mendirikan Pasar burung dan batu akik, serta sentra UMKM lainnya. Risma juga tak segan meminta maaf kepada masyarakat atau pihak-pihak tertentu dalam berbagai kesempatan. Bahkan beberapa kali, Risma tampak berlutut hingga menyembah meminta maaf atas kinerja anak buahnya yang kurang baik.
Beberapa pihak mengkritik gaya Risma itu. Namun ia tampaknya tak begitu peduli, dan kerap turun langsung ke jalan membantu pekerjaan pelayanan publik. Ia tak ragu untuk mengambil sekop dan melalukan pekerjaan kasar. Nama Risma sempat memasuki bursa calon gubernur DKI di Pilkada DKI 2017. Namun ia akhirnya dipilih Presiden Jokowi sebagai Mensos menggantikan Juliari P Batubara yang terjerat kasus korupsi. Risma pun kembali disebut-sebut sebagai calon kuat pesaing Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pilgub DKI 2024. Bahkan di berbagai survei, elektabilitas Risma tepat berada di bawah Anies mengalahkan Ahok yang pernah menjadi gubernur DKI.
Danny Pomanto
Danny Pomanto merupakan Wali Kota Makassar yang kini sudah memasuki periode keduanya. Mengutip website resmi Pemkot Makassar, Pria kelahiran Makassar 30 Januari 1964 itu merupakan seorang arsitek serta konsultan tata ruang sebelum masuk ke dunia politik. Sejumlah hasil karyanya berupa pembangunan infrastruktur banyak memberi manfaat untuk masyarakat di sejumlah daerah. Tokoh bernama lengkap Mohammad Ramdhan Pomanto itu juga pernah menjadi dosen di almamaternya, yakni jurusan arsitektur Universitas Hasanuddin.
Visi misi kepemimpinan Danny Pomanto memimpin Makassar yakni menjadikan Makassar sebagai kota dunia yang nyaman bagi semua. Berbagai program strategis digagas Danny seperti Home Care, Badan Usaha Lorong (BULO), Lorong Garden (Longgar), Bank Sampah, Kanrerong, dan berbagai pelatihan kewirausahaan berbasis lorong lainnya. Keberhasilan suami Indira Jusuf Ismail tersebut dalam urusan lingkungan hidup lewat penambahan luasan Ruang Terbuka Hijau dan peningkatan lingkungan bersih dalam gerakan Makassar Tidak Rantasa (MRT) membuat kota itu memperoleh penghargaan Adipura selama beberapa tahun.
Danny Pomanto berhasil mendapat 178 penghargaan baik di tingkat nasional, daerah, dan dari lembaga lainnya. Seperti penghargaan Adiwiyata Mandiri, Swasti Swasti Saba Wistara, hingga Penghargaan The Best Marketeers of The Year Tahun 2015 oleh Mark Plus Incorporation dan Penghargaan Open Government Leadership Tahun 2017 dari Pemerintah Singapura. Saat hendak maju untuk periode keduanya, Danny Pomanto yang berpasangan dengan Indira Mulyasari sempat dicoret oleh Mahkamah Agung (MA) dari kepesertaannya di Pilkada 2018. Keputusan itu menjadikan lawan Danny, pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi sebagai calon tunggal. Namun kekuatan Danny yang cukup besar di Makassar membuat pesaingnya kalah melawan kotak kosong. Bapak tiga anak itu pun akhirnya berhasil menang kembali dalam pilkada ulang tahun 2020 didukung oleh Partai NasDem dan Partai Gerindra. Danny sempat bertarung dalam pemilihan gubernur Gorontalo namun gagal. Ia kini menjabat sebagai Wali Kota Makassar untuk periode 2021-2026.
Nova Iriansyah
Nova Iriansyah menjadi Gubernur Aceh menggantikan Irwandi Yusuf yang terseret kasus korupsi. Ia sebelumnya merupakan wakil gubernur Aceh. Dilansir Kompas.id, Nova Iriansyah merupakan arsitek lulusan ITS. Selama masa kuliahnya di Surabaya, ia memulai pengalaman berorganisasi sambil mempelajari arsitektur. Setelah menyandang gelar sarjana, pria kelahiran 22 November 1963 ini kembali ke kampung halamannya dan mengajar di Unsyiah Banda Aceh. Nova Iriansyah terlibat aktif di sejumlah organisasi profesi, termasuk Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi Aceh dan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) Aceh.
Sebagai seorang arsitek, Nova menjadi anggota Pengurus Perhimpunan Pengembang Jalan/Jembatan (HPJI) Aceh. Ia juga menjadi Komite Jasa Konstruksi KADIN Indonesia, serta menduduki jabatan sebagai Ketua Umum LPJKD Provinsi Aceh. Selain menjadi dosen, ia juga merupakan seorang pengusaha di bidang konstruksi. Saat Aceh dilanda bencana tsunami pada 2004, Nova Iriansyah banyak terlibat dalam protek pembangunan Serambi Mekkah itu. Baik di bidang konstruksi, maupun sosial. Di tahun 2008, Nova Iriansyah bergabung dengan Partai Demokrat hingga menjabat sebagai Ketua DPD Demokrat Aceh selama tiga periode berturut-turut. Lewat Demokrat, suami dari Dyah Erti Idawati tersebut berhasil melenggang ke Senayan menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014. Nova Iriansyah kemudian mencalonkan diri sebagai Cawagub berpasangan dengan Muhammad Nazar pada Pilkada Aceh 2021, namun gagal.
Master Teknik Arsitektur ITB itu pun lantas kembali ke DPR dan bertugas di Komisi V yang salah satu bidang tugasnya terkait pekerjaan umum, perumahan rakyat, dan daerah tertinggal. Nova Iriansyah kembali maju di Pilkada 2017 bersama Irwandi Yusuf, dan dinyatakan menang diusung oleh Partai Nasional Aceh, Demokrat, Partai Damai Aceh, PKB, dan PDI-P. Sebelum dilantik sebagai Gubernur Aceh menggantikan Irwandi Yusuf pada 2020, Nova Iriansyah diangkat sebagai Plt Gubernur sejak tahun 2017. Salah satu prestasi Nova Iriansyah saat memimpin Aceh adalah saat pemerintahannya berhasil mengambil alih pengelolaan Migas Blok B di Aceh Utara. Setelah 44 tahun lamanya, Blok Migas itu kini dikelola oleh PT Pembangunan Aceh PEMA yang merupakan Badan Usaha Milik Aceh.
Nova Iriansyah pun dikenal pandai mengelola isu-isu populis masyarakat Aceh, bahkan mampu menghadapi pendemo dengan baik. Atas dedikasi dan prestasinya untuk Aceh, Nova Iriansyah mendapat penghargaan sebagai Kepala Daerah/Plt Gubernur Terbaik tahun 2019 dari KADIN. Ia juga mendapat penghargaan Innovative Government Award (IA) dari Kementerian dalam Negeri di tahun 2020 karena Provinsi Aceh dianggap inovatif, dan penghargaan dari Perpustakaan Nasional sebagai gubernur yang memiliki semangat dedikasi memajukan perpusatakaan daerah di Aceh.
(CA/AA)