Jakarta, jurnalredaksi– Wakil Presiden Ma’ruf Amin mendukung rencana pemetaan tempat ibadah. Langkah tersebut diharapkan mampu mencegah penyebaran radikalisme.
Radikalisme makin menyebar dan kelompok radikal dan teroris makin berani melakukan penyerangan, baik ke tempat umum maupun rumah ibadah. Untuk mencegah radikalisme maka pemerintah mencanangkan program pemetaan masjid. Akan tetapi hal ini mengejutkan banyak orang, mungkin karena baru pertama kali ada di Indonesia.
Wakil presiden KH Ma’ruf Amin menyatakan bahwa program pemetaan masjid adalah kesepakatan antara majelis agama dan pemerintah untuk mencegah radikalisme. Dalam artian, sudah ada kesepakatan tentang program ini dengan majelis agama sebagai pihak yang berwenang. Sehingga pemerintah menerapkannya tidak dengan pemaksaan.
Jika sudah ada kesepakatan maka sudah jelas bahwa program ini direstui karena tujuannya memang benar untuk mencegah menyebarnya radikalisme di Indonesia. Jangan sampai program ini malah dipelintir alias malah dibilang pemerintah mencegah umat untuk melakukan ibadah di dalam rumah ibadah. Beribadah adalah hak asasi tiap WNI dan pemerintah tidak mungkin untuk mencegahnya.
Jangan sampai malah ada isu yang mengobarkan amarah rakyat, yang bilang bahwa pemerintah bersikap paranoid sampai melakukan pemetaan rumah ibadah. Penyebabnya karena ini adalah pengawasan agar rumah ibadah berfungsi hanya untuk beribadah, bukan untuk menjadi sarang kelompok radikal, atau dijadikan tempat untuk ceramah dan menyebarkan terorisme dan radikalisme.
Justru dengan program ini maka umat akan dilindungi dari radikalisme, karena jika suatu rumah ibadah disinyalir memiliki program radikal, akan langsung diperiksa dan ditegur keras. Nanti umat bisa beribadah dengan tenang tanpa takut ternyata bergaul dengan kelompok radikal.
Brigjen Umar Effendi, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen dan Keamanan Polri menyatakan bahwa pemetaan rumah ibadah dilakukan murni untuk mencegah radikalisme. Penyebabnya karena saat melihat di lapangan, ada rumah ibadah yang ternyata keras (maksudnya sering berceramah tentang radikalisme), semi keras, biasa-biasa saja, dll.
Rumah ibadah yang keras tentu akan dilihat apakah ia benar-benar ekstrim, seperti mengundang penceramah dari kelompok radikal, menyebarkan radikalisme baik secara diam-diam maupun terang-terangan, maupun yang lebih mencengangkan lagi malah mengepel bekas lantai yang ditempati oleh jamaah asing yang baru pertama kali masuk ke sana.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin melanjutkan, program pemetaan ini juga bertujuan untuk mencegah konflik antar rumah ibadah. Dalam artian, ketika misalnya ditemukan 1 rumah ibadah yang keras alias terpengaruh radikalisme, maka harus ‘dibersihkan’ dulu alias pengurusnya yang termasuk jaringan radikal dan teroris wajib dikeluarkan. Hal ini sangat penting agar ia tidak mempengaruhi jamaah untuk jadi radikal dan memusuhi umat dengan keyakinan lain.
Konflik harus dicegah karena kita tidak mau negeri ini hancur gara-gara hasutan dari kelompok radikal yang mempengaruhi banyak orang untuk bertindak intoleran dan memusuhi umat dengan keyakinan lain. Mereka memang selalu menggunakan isu SARA, padahal hal ini berbahaya karena bisa memicu kericuhan dan merugikan pemerintah, karena jika ada tawuran maka berpotensi besar merusak fasilitas umum.
Program pemetaan rumah ibadah harus dijelaskan lagi agar tidak ada yang salah paham. Ini bukan cara untuk mencegah umat untuk beribadah dengan khusyuk di sana. Justru akan menyelamatkan mereka karena dengan program ini akan mencegah masuknya kelompok radikal dan teroris ke dalam rumah ibadah. Dengan program ini maka radikalisme akan hilang dari Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(Z/AA)