Jakarta, jurnalredaksi– Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua tak henti-hentinya melancarkan aksi terornya, Masyarakat di Papua telah lelah dengan segala kebrutalan yang hanya menghadirkan ketakutan bagi masyarakat yang ada di tanah Papua.
Tak hanya menyerang warga sipil, KST juga melancarkan serangannya kepada prajurit TNI, pada 27 Januari 2022, tiga personel Satgas Kodim YR 408/Sbh gugur akibat serangan dari KST.
Teroris KST Papua menyerang pos TNI yang terletak di Bukit Tepuk Kampung Jenggernok, Distrik Gome, sekitar pukul 05.00 WIT Subuh tadi. Penyerangan tersebut terjadi saat aparat melakukan pergantian shift jaga. Serangan secara tiba-tiba tersebut membuat kontak tembak tidak terhindarkan. Prajurit Serda Rizal Mengalami luka tembak di perut bagian bawah. Namun, saat tiba di Puskesmas, Serda Rizal dan Pratu Tuppal Baraza dinyatakan meninggal dunia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meminta kepada anggota Polri dan Prajurit TNI untuk mewaspadai adanya ancaman dari KST yang aktivitasnya kerap mengganggu masyarakat sipil di Papua.
Ingatan kita belum lupa atas ulah brutal KST yang pernah mengakibatkan sayap pesawat smart air di sebelah kiri berlubang. Saat pesawat hendak terbang kembali ke Oksibil, pesawat mengalami serangan tembakan berulang.
Diketahui pesawat Smart Air yang terbang dari Timika Menuju Kiwirok yang dipiloti oleh Guntardi tersebut membawa bahan makanan dan juga tiga orang penumpang dari aparat keamanan. Mantan Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpauw, mengatakan KST merupakan sekelompok orang yang sering bergerombol dan melakukan gangguan keamanan.
Paulus menegaskan bahwa dirinya selalu mengategorikan KST sebagai free man. Hidupnya hanya melakukan kekerasan, menakutkan semua orang, mengancam semua orang dengan senjata.
Tentu saja kekejaman yang dilakukan KST yang dulu disebut KST tidak bisa ditolerir lagi. Negara juga harus segera berbuat atau bertindak. Agar korban jiwa di kalangan masyarakat Papua tidak lagi berjatuhan, negara harus bertindak tegas dan terukur.
Ketika negara bertindak tegas dan anggota KST menyerah, mereka harus dihadapkan ke proses hukum untuk mempertanggungjawabkan aksi kekerasan bersenjata yang meraka lakukan selama ini. Sebaliknya, jika tindakan tegas negara direspons dengan serangan bersenjata yang mematikan oleh KST, tidak salah juga jika prajurit TNI-Polri pun melancarkan serangan balasan atas nama bela negara dan melindungi segenap tumpah darah.
Eksistensi KST di Papua dengan semua aksi bejadnya selama ini pasti menimbulkan rasa takut yang tak berkesudahan bagi warga setempat. Tidak salah jika warga Papua meradang dan mengekspresikan kecemburuan mereka terhadap saudara-saudaranya sebangsa dan setanah air di wilayah lain yang boleh menikmati dinamika kehidupan normal tanpa rasa takut oleh serangan dadakan dari KST.
Ulah KST Papua juga menyeruak di Kabupaten Puncak Papua. KST pimpinan Numbuk Telenggen tersebut didapati membakar satu honai atau rumah adat milik suku Dani bernama Koname Murib.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Aqsha Erlangga di Jayapura mengatakan, pembakaran itu terjadi pada pukul 11.59 WIT, tepatnya di kampung Jenggernok, Distrik Gome, Kabupaten Puncak. Pembakaran oleh KST dipicu karena Koname Murib meminta bantuan Satgas TNI untuk memperbaiki saluran air ke rumah warga yang diputus oleh KST.
Tak terima akan tindakan tersebut, gerombolan KST sontak membakar bangunan honai milik seseorang bernama Koname Murib. Perlu diketahui bahwa untuk ke sekian kalinya, gerombolan KST melakukan aksi teror ke masyarakat. Hingga saat ini, masyarkat berjaga-jaga mengantisipasi aksi susulan.
Jika KST merasa kesal karena melihat TNI memperbaiki saluran air, tentu saja kita tahu betapa KST adalah kelompok yang tidak senang jika masyarakat Papua bisa mendapatkan pelayanan dari pemerintah.
Pembakaran sekolah, pembakaran puskesmas, penembakan terhadap warga sipil dan aparat adalah sebagian ulah KST yang tak bisa ditolerir. Bagaimanapun juga masyarakat di Papua dan Papua Barat berhak atas suasanya yang aman dan nyaman selama berada di Papua.
Aparat TNI-Polri harus tetap mengerahkan segenap kemampuannya untuk menjaga Papua agar KST bisa diberantas. KST harus mendapatkan proses hukum atas ulahnya yang kerap mengganggu kondusifitas pembangunan di bumi cenderawasih.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo
(AJ/AA)