Jakarta, jurnalredaksi– Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng dicabut sehingga ia kembali ke nilai keekonomian. Pencabutan HET dilaksanakan dalam rangka menstabilkan harga di pasaran dan tinggal menunggu waktu sehingga harga akan kembali normal.
Beberapa pekan belakangan, minyak goreng telah menjadi pemberitaan di berbagai media, seiring mahal dan langkanya Minyak Goreng. Pemerintah pun melaksanakan berbagai inovasi untuk mengakhiri kelangkaan tersebut, salah satunya adalah dengan mencabut HET dan menyalurkan minyak goreng Subsidi.
Kepala BIN Jendral Pol (Purn) Budi Gunawan menyatakan, “Pemerintah mencabut harga eceran tertinggi minyak untuk menstabilkan harga pasar. Jangan sampai ada fenomena (kelangkaan minyak). Kebijakan ini juga seiring dengan naiknya pungutan ekspor untuk penjualan kelapa sawit dan turunannya.”
Dalam artian, kekisruhan yang sempat terjadi akibat kelangkaan minyak goreng akibat dari para eksportir nakal. Mereka tidak mau menuruti HET dan merasa menjual minyak di Indonesia kurang menguntungkan. Akhirnya bertindak curang dengan menjualnya di luar negeri.
Namun ketika pemerintah menaikkan pungutan ekspor untuk kelapa sawit dan turunannya maka para eksportir merasa rugi untuk menjual minyak kelapa sawit ke luar negeri. Akibatnya mereka menjualnya di Indonesia, sehingga distribusi jadi lancar.
Masyarakat diminta untuk tidak kaget karena subsidi dicabut karena tujuannya untuk menstabilkan harga. Memang ada sedikit kenaikan tetapi akibatnya minyak goreng hadir kembali di supermarket maupun pasar tradisional. Penyebabnya karena mereka yang menimbun minyak memutuskan untuk menjualnya. Memang penimbunan akan terancam hukuman penjara tetapi ternyata banyak yang melakukannya diam-diam.
Kestabilan harga bisa terjadi ketika ada distribusi minyak yang lancar dan pasokan terus bertambah. Sehingga yang tersedia di pasaran bukan hanya minyak goreng premium dengan merek biasa, melainkan juga merek terkenal. Masyarakat akan bisa memiliki beragam pilihan, apalagi ada yang kadung suka dengan 1 merek tertentu.
Jika minyak membajiri pasaran maka harga bisa berkurang karena akan mengikuti hukum ekonomi. Di mana banyaknya suatu barang sementara peminatnya sedikit berkurang, akan menurunkan harganya.
Namun momen turunnya harga minyak goreng jadi stabil tentu butuh waktu untuk mencapainya karena distribusi sembako jenis ini dilakukan di seluruh Indonesia. Kita tinggal tunggu momen tersebut agar harganya kembali stabil sehingga tidak memberatkan uang belanja.
Sembari menunggu turunnya harga minyak goreng premium maka untuk sementara masyarakat bisa beralih ke minyak curah. Harga minyak curah masih disubsidi sehingga untuk mendapatkan 1 liternya hanya butuh 14.000 rupiah. Minyak curah juga cukup bagus dan yang berbeda dari minyak goreng premium hanya kemasannya.
Masyarakat tidak usah khawatir karena harga minyak goreng yang berubah-ubah karena memang harga minyak dunia masih belum stabil. Penyebabnya karena ada krisis di Eropa Timur akibat invasi Rusia ke Ukraina. Perang memang selalu berpengaruh tidak hanya ke masyarakatnya tetapi juga ke perekonomian global.
Semoga krisis minyak segera selesai sehingga harga minyak dunia kembali turun dan setelah ada distribusi yang lancar maka harga di Indonesia juga stabil. Pemerintah sadar bahwa minyak sangat dibutuhkan oleh masyarakat sehingga berusaha agar harganya bisa turun lagi.
Pencabutan harga eceran tertinggi minyak goreng bukan berarti pemerintah otoriter. Akan tetapi, minyak sedang disesuaikan harganya untuk sementara sehingga bisa didistribuskan dengan lancar. Kita tinggal tunggu waktu saja sehingga harganya kembali stabil dan masyarakat bisa membelinya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(TL/AA)