Jakarta, jurnalredaksi– Radikalisme merupakan musuh bersama yang dapat menyasar setiap elemen, termasuk Partai Politik (Parpol) maupun Organisasi Masyarakat (Ormas). Masyarakat pun mendukung agar Partai Politik dan Ormas bebas dari radikalisme karena dapat memicu konflik di masyarakat.
Partai politik (Parpol) menjamur sejak orde baru tumbang, dan sekarang masyarakat bisa memilih Parpol mana yang sesuai dengan idealismenya. Begitu juga dengan Ormas, jumlahnya juga makin banyak karena masyarakat Indonesia yang suka bersosialisasi dan berorganisasi.
Akan tetapi pertumbuhan Parpol dan Ormas harus ke arah yang positif. Dalam artian, mereka tidak boleh memiliki pandangan yang bersebrangan dengan pemerintah, seperti radikalisme. Ormas radikal sudah ada yang dibekukan oleh pemerintah dan dilarang keras berada di Indonesia. Sementara Parpol yang ketahuan radikal tentu dilarang keras untuk mengikuti pemilihan umum.
Luqman Hakim, Wakil Ketua Komisi II DPR RI menyatakan, ‘Paham radikalisme yang merupakan tahap terpendek untuk jadi teroris, telah menyusup ke banyak segmen masyarakat, termasuk partai politik. Potensi bahayanya sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu pemerintah harus mewaspadai radikalisme. Perlu ada pembersihan radikalisme, tidak hanya di kalangan ASN tetapi juga di Ormas serta elemen masyarakat lainnya.”
Radikalisme di kalangan Ormas memang harus diberantas, karena mereka memiliki pengaruh yang cukup besar di masyarakat. Jika Ormasnya error karena radikal, maka anggota dan pengikutnya juga ikut-ikutan error. Oleh karena itu, masyarakat sangat mendukung pemerintah yang dengan tegas membubarkan Ormas radikal dan melarang logonya tersebar di tempat umum.
Tiap Ormas harus bebas radikalisme dan seleksinya dari awal. Saat mereka akan mendaftarkan izin ke pemerintah maka ada beberapa syarat, salah satunya adalah setia pada negara, UUD 1945, dan pancasila. Ketika tidak mau maka Ormas tersebut dinyatakan gagal. Meski bisa beroperasi secara diam-diam tetapi statusnya ilegal sehingga tiap kegiatannya boleh dibubarkan oleh aparat.
Selain Ormas maka partai politik (Parpol) juga harus bebas dari radikalisme. Bayangkan jika satu saja ada Parpol yang radikal maka dalam kampanyenya ia akan menggembar-gemborkan heroisme jihad, negara khilafah, dll. Padahal kita sudah tidak berperang karena era melawan VOC sudah selesai, sehingga jihad tidak diperlukan lagi.
Sedangkan keadaan Indonesia yang majemuk dan memiliki banyak suku serta ada 6 keyakinan yang diakui oleh pemerintah, membuat konsep khilafah tidak cocok diberlakukan di negeri ini. Tidak mungkin khilafah bersatu dengan demokrasi karena saling bertetangan.
Tiap Parpol dilarang keras untuk jadi radikal dan jika ketahuan maka ia akan tidak lolos seleksi saat pemilihan umum. Hal ini bukan sebuah pelanggaran kebebasan. Akan tetapi sebagai cara untuk menjaga keutuhan bangsa dari serangan radikalisme dan terorisme.
Jika sebuah Parpol ketahuan radikal maka ia akan dibubarkan oleh pemerintah karena melanggar hukum di Indonesia. Oleh karena itu, kelompok radikal dilarang membuat Parpol sendiri atau menyusup ke sebuah partai untuk menjadi kader.
Kemudian, jika ada Parpol yang ketahuan memiliki anggota radikal, maka ia harus dikeluarkan. Penyebabnya karena dikhawatirkan anggota tersebut meracuni pemikiran yang lainnya. Ketua Parpol harus bertindak tegas dalam bertindak, terutama mengatasi radikalisme.
Masyarakat harus ikut mengawasi penyebaran radikalisme, baik di kalangan Parpol maupun Ormas. Dengan adanya keterlibatan publik, penyebaran radikalisme diharapkan dapat ditekan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AH/AA)