HomeIndeks

Presiden Prabowo Hadirkan Ribuan Hunian Layak Untuk Nelayan, Petani, Nakes hingga Guru

  • Share

Oleh: Arifah Winarni *)

Pemerintah Indonesia terus mempertegas komitmennya dalam membangun kesejahteraan rakyat melalui kebijakan yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Salah satu terobosan paling strategis dan berdampak luas adalah pembangunan rumah subsidi bagi kelompok pengabdi bangsa: tenaga kesehatan (nakes), guru, nelayan, dan juga petani. Di tengah tingginya angka backlog perumahan nasional, langkah ini menjadi bukti konkret bahwa negara hadir untuk memperbaiki kualitas hidup yang menjadi fondasi kesejahteraan bangsa.

banner 336x280

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengungkapkan bahwa sebanyak 20.000 unit untuk nelayan, 20.000 unit untuk petani, 20.000 unit untuk guru, dan 30.000 unit rumah subsidi telah disiapkan untuk nakes. Program ini tidak berhenti di sana—pemerintah juga mulai merancang alokasi untuk petani, mengingat peran sentral dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Petani pun harus memperoleh hak yang sama untuk memiliki rumah layak huni.

Bagi guru, program ini sudah mulai berjalan, dengan proyek pertama yang diluncurkan di Bogor sejak pekan lalu. Usai Lebaran, giliran nakes, nelayan, dan selanjutnya petani yang akan mendapatkan rumah subsidi sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi di lini terdepan kehidupan masyarakat. Ara menegaskan bahwa program ini merupakan perwujudan visi Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan seluruh elemen penting bangsa memiliki akses terhadap hunian yang manusiawi.

Dukungan untuk program ini datang dari banyak pihak. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya kesejahteraan guru sebagai pilar utama pembangunan SDM. Ia mengungkap bahwa lebih dari 438.000 guru di Indonesia belum memiliki rumah. Ia berharap, lewat program ini, para guru dapat hidup lebih sejahtera dan mengajar dengan lebih optimal.

Dari sisi pendataan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa pihaknya memadukan data administrasi dari kementerian terkait dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) agar alokasi rumah subsidi ini benar-benar tepat sasaran. Hal ini penting, mengingat transparansi dan akurasi data menjadi kunci keberhasilan program skala besar seperti ini.

Penyaluran pembiayaan untuk program ini dikawal oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dan Bank Tabungan Negara (BTN). Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menegaskan komitmen lembaganya dalam menjaga agar rumah subsidi tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak. Heru menyatakan bahwa sistem pengawasan akan diperkuat agar manfaat program benar-benar dirasakan oleh kelompok sasaran. Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menilai program ini sebagai bentuk nyata kolaborasi lintas kementerian dan lembaga. Ia menyatakan optimisme bahwa pada 2025, BTN dapat menyalurkan pembiayaan program tersebut.

Kelompok seperti nelayan, petani, guru, dan nakes menjadi prioritas karena mereka adalah pengabdi negara dalam bentuk paling nyata. Guru membentuk karakter bangsa, nakes menyelamatkan nyawa, nelayan menjaga dapur rakyat tetap hidup, dan petani adalah tulang punggung kedaulatan pangan. Memberi mereka rumah bukanlah bentuk belas kasih, melainkan penghormatan dan keadilan sosial yang selama ini tertunda.

Dari sisi ekonomi makro, pembangunan puluhan ribu unit rumah ini akan menggerakkan berbagai sektor sekaligus. Sektor konstruksi akan mengalami lonjakan permintaan terhadap material bangunan seperti semen, besi, bata, dan kayu, yang otomatis membuka peluang bagi produsen lokal. Di sisi tenaga kerja, proyek ini diprediksi menciptakan ribuan lapangan kerja baru, mulai dari tukang bangunan, pengangkut material, hingga jasa konstruksi kecil di daerah. Aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar lokasi pembangunan juga akan meningkat, seperti usaha makanan, warung kelontong, dan transportasi lokal.

Tak kalah penting, program ini turut memperkuat ekonomi rakyat dengan mendorong daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi penerima utama. Kepemilikan rumah yang layak memberikan kepastian hidup dan memungkinkan alokasi pendapatan untuk kebutuhan produktif lainnya. Selain itu, rumah juga dapat menjadi aset jangka panjang dan agunan yang meningkatkan akses mereka terhadap pembiayaan mikro. Tentu saja, tantangan tetap ada. Di antaranya adalah kepastian legalitas lahan, integrasi data lintas sektor, serta pengawasan dalam proses seleksi penerima. Namun, dengan dukungan dan kolaborasi aktif antara pemerintah pusat, daerah, lembaga keuangan, serta masyarakat sipil, berbagai tantangan tersebut sangat mungkin untuk diatasi secara bertahap dan terukur.

Rumah bukan sekadar bangunan, tapi simbol stabilitas, martabat, dan masa depan. Melalui program ini, negara tidak hanya membangun rumah, tetapi juga membangun kepercayaan dan harapan. Inilah bentuk pemerintahan yang benar-benar bekerja untuk rakyat—bukan dengan retorika, melainkan dengan tindakan nyata. Pemerintah telah memulai langkah besar ini. Kini saatnya kita bersama-sama mengawal agar program rumah untuk nelayan, petani guru, dan nakes, benar-benar sampai ke tangan mereka yang layak. Karena sejatinya, pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang dirasakan oleh mereka yang paling membutuhkan.

*) Penulis merupakan pemerhati ekonomi

  • Share
Exit mobile version