HomeIndeks

Waspada Provokator Manfaatkan Gerakan Aksi Buruh

  • Share

Oleh Satrio Yudhi Putra )*

Menjelang peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei, berbagai elemen masyarakat mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi provokasi dalam gerakan buruh. May Day yang seharusnya menjadi momentum untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh, tidak boleh disalahgunakan oleh oknum-oknum yang ingin menciptakan instabilitas sosial. Kesadaran ini mendorong berbagai serikat pekerja untuk mengambil langkah-langkah preventif demi menjaga ketertiban dan keamanan, terutama di wilayah-wilayah strategis.

Ketua DPD Forum Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP KEP) Kalimantan Timur, H. Hamka Thalib, menyatakan dengan tegas bahwa peringatan May Day tahun ini di Kaltim akan dilaksanakan tanpa aksi massa. Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan antara serikat pekerja dengan pemerintah provinsi setelah melakukan komunikasi intensif dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur. Menurut H. Hamka, aksi massa rentan ditunggangi pihak-pihak yang memiliki agenda lain, yang pada akhirnya justru merugikan buruh itu sendiri dan menciptakan keresahan di tengah masyarakat.

Sebagai bentuk alternatif, berbagai kegiatan positif akan diadakan untuk memperingati May Day, seperti bakti sosial, donor darah, serta hiburan untuk para pekerja. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah wajah peringatan Hari Buruh menjadi lebih produktif dan membahagiakan, tanpa menghilangkan esensi perjuangan buruh. H. Hamka menekankan bahwa diskusi dan musyawarah jauh lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi dibandingkan dengan demonstrasi yang kerap kehilangan arah dan substansi. Dalam pengalamannya, dialog terbuka antara buruh, pemerintah, dan pengusaha menghasilkan solusi konkret yang lebih bermanfaat bagi semua pihak.

Senada dengan hal tersebut, Hendri Budaya Saputra, Ketua Serikat Pekerja Semen Andalas (SPSA), juga mengimbau agar May Day dijadikan momentum untuk mempererat solidaritas antarpekerja melalui pendekatan damai dan bermartabat. Ia berharap peringatan May Day 2025 menjadi tonggak untuk memperkuat persatuan pekerja di semua sektor dan menegaskan pentingnya perlindungan hak-hak buruh secara berkelanjutan. Dalam pandangannya, keberhasilan perjuangan buruh tidak diukur dari seberapa besar massa yang turun ke jalan, tetapi dari seberapa efektif aspirasi mereka didengar dan diwujudkan.

Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Nurmadi Harsa Sumarta, mengingatkan bahwa demonstrasi yang berujung pada penutupan pabrik justru berpotensi menimbulkan kerugian besar, bukan hanya bagi pemilik usaha, tetapi juga terhadap para pekerja itu sendiri. Menurut Dr. Nurmadi, aksi demonstrasi yang tidak terkelola dengan bijak dapat memicu efek domino negatif, mulai dari kerugian ekonomi, terganggunya iklim investasi, hingga hengkangnya para investor yang mencari daerah atau negara yang lebih stabil.

Dalam situasi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih, Dr. Nurmadi menilai penting bagi buruh untuk menahan diri dan mengutamakan jalur dialog ketimbang konfrontasi. Ia mengingatkan bahwa banyak industri nasional masih berjuang untuk meningkatkan daya saing, baik dari sisi teknologi maupun kualitas sumber daya manusia. Jika aksi massa dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil perusahaan, maka risiko penutupan usaha menjadi sangat besar, yang pada akhirnya justru mengorbankan nasib para pekerja itu sendiri.

Sebagai solusi, Dr. Nurmadi mendorong pendekatan tripartit yang melibatkan pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Ketiga pihak ini harus duduk bersama, saling memahami tantangan masing-masing, dan mencari solusi terbaik. Ia juga menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dari dunia usaha, dengan memperbaiki kondisi kerja dan memberikan jaminan kesejahteraan yang layak bagi pekerja. Upaya ini bukan hanya penting untuk menekan potensi gejolak sosial, tetapi juga untuk memperkuat fondasi industri nasional yang kompetitif dan berkelanjutan.

Selain itu, organisasi buruh dan asosiasi industri diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam menjaga stabilitas sosial. May Day, menurut Dr. Nurmadi, seharusnya dijadikan sebagai refleksi bersama untuk memperkuat ketahanan industri dan memperjuangkan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan. Semangat kolaboratif harus dihidupkan, bukan semangat konfrontatif yang pada akhirnya justru menghancurkan apa yang telah dibangun dengan susah payah.

Masyarakat juga harus diberi pemahaman bahwa tidak semua ajakan turun ke jalan dalam momentum May Day bertujuan murni untuk memperjuangkan hak buruh. Ada pihak-pihak tertentu yang justru sengaja memanfaatkan keramaian untuk memancing kerusuhan atau sekadar menciptakan instabilitas politik. Oleh karena itu, penting bagi para pekerja untuk tetap kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh ajakan-ajakan yang tidak bertanggung jawab.

Momentum May Day harus menjadi kesempatan untuk menunjukkan kedewasaan dalam menyuarakan aspirasi, memperkuat solidaritas, dan membangun optimisme bersama. Buruh, pengusaha, dan pemerintah memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan. May Day seharusnya menjadi simbol persatuan dan kemajuan, bukan perpecahan dan kemunduran.

Dengan menjaga ketertiban, memperkuat dialog, serta menumbuhkan semangat kerja sama, maka May Day dapat benar-benar menjadi hari kemenangan bagi pekerja. Sebaliknya, bila momentum ini dibiarkan menjadi ajang provokasi dan kekacauan, maka yang dirugikan bukan hanya buruh, melainkan seluruh sendi kehidupan ekonomi dan sosial bangsa. Karena itu, kewaspadaan terhadap provokator harus menjadi komitmen bersama, demi menjaga makna luhur perjuangan buruh dan masa depan dunia usaha di Indonesia.

)* penulis merupakan analis kebijakan publik

  • Share
Exit mobile version