HomeIndeks

PUIC 2025: Parlemen Indonesia Jadi Kekuatan Diplomasi Multilateral Negara Muslim

  • Share

Jakarta – Penyelenggaraan Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) menjadi peluang penting bagi Indonesia untuk memperkuat peran strategisnya dalam menjalin solidaritas di antara negara-negara Muslim. Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global, forum ini dinilai sebagai momen yang tepat bagi Indonesia untuk mendorong kerja sama dan persatuan dunia Islam. Profesor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad), Teuku Rezasyah, menilai forum ini sebagai wadah strategis bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi Islam.

“Konferensi PUIC bukan sekadar forum formal, melainkan kesempatan strategis bagi Indonesia untuk memainkan peran penting dalam merespons berbagai dinamika global yang sedang berkembang, mulai dari konflik di Timur Tengah, ketegangan AS-Tiongkok, hingga krisis di Eropa Timur,” ujar Teuku.

banner 336x280

Ia menambahkan, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia dan citra sebagai negara Muslim moderat, Indonesia memiliki posisi yang unik dan kuat di antara negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). “Indonesia telah lama diterima sebagai mitra yang kredibel dan independen di mata dunia Islam. Ini menjadi modal penting untuk menjadi tuan rumah dan penggerak diplomasi antarparlemen negara Muslim,” paparnya.

Lebih jauh, Teuku menyebut bahwa penyelenggaraan PUIC saat ini sangat relevan, mengingat dunia sedang menghadapi berbagai krisis global. Melalui konferensi ini, Indonesia tidak hanya bisa menunjukkan kepemimpinan di dunia Islam, tetapi juga memperkuat perannya di forum internasional lainnya seperti G20, BRICS, dan OKI.

Namun, ia mengingatkan bahwa forum ini tidak boleh berhenti pada pernyataan politik semata. “Sudah waktunya PUIC menghasilkan sesuatu yang lebih konkret. Kita perlu mendorong kerja sama nyata dalam bidang ekonomi, teknologi, pengembangan SDM, dan pemberdayaan perempuan. Ini jauh lebih berdampak dibanding sekadar deklarasi,” tegasnya.

Teuku juga menyarankan agar Indonesia membangun koalisi strategis dengan negara-negara kaya anggota OKI, seperti Arab Saudi, Qatar, Turki, dan Iran. Kolaborasi ini dapat menjadi pendorong investasi lintas kawasan serta penguatan inovasi dan transfer teknologi di antara negara-negara Islam.

“Kerja sama ekonomi tidak hanya soal perdagangan barang, tapi juga harus mencakup pertukaran pengetahuan, pengembangan riset teknologi, dan penguatan sektor industri kreatif antarnegara OKI,” imbuhnya.

Peran parlemen juga tak kalah penting dalam konteks diplomasi ini. Teuku menekankan bahwa parlemen memiliki kekuatan moral dan legitimasi untuk mendorong kebijakan luar negeri yang lebih berpihak pada isu-isu kemanusiaan. “Dalam kasus Palestina, misalnya, parlemen dapat menjadi penggerak dukungan konkret yang lebih kuat dan konsisten,” ujarnya.

Ia pun mendorong agar Konferensi PUIC dapat dijadikan momentum untuk memperluas kemitraan ekonomi dan pariwisata antarnegara Islam. Negara-negara seperti Aljazair, Mesir, Iran, Yordania, Kuwait, dan Libya, menurutnya, memiliki potensi besar untuk menjalin kerja sama di bidang ekspor-impor, investasi, dan pariwisata berbasis nilai-nilai Islam.

“Pertukaran wisatawan, program beasiswa, kerja sama UMKM, dan promosi wisata halal dapat menjadi jembatan konkret mempererat hubungan antarnegara Muslim,” tambah Teuku.

Melalui pendekatan yang inklusif, solutif, dan konkret, Indonesia berpeluang besar menjadikan Konferensi ke-19 PUIC bukan hanya sebagai pertemuan simbolik, tetapi juga sebagai tonggak penting dalam memperkuat solidaritas, kemitraan, dan masa depan bersama dunia Islam. [-red]

  • Share
Exit mobile version