Cepat Tepat Terpercaya
HomeIndeks

Hari Ibu dan Ruang Laktasi yang Dirindukan

  • Share

Jakarta, jurnalredaksi– Sejak tahu pentingnya ASI eksklusif pada 1000 hari pertama kehidupan, saya pun jauh-jauh hari berkomitmen untuk memberikan ASI eksklusif pada sang buah hati. Sebuah komitmen yang terbilang tidak mudah pun juga tidak susah bagi ibu pekerja yang harus menjalankan peran domestik dan publik secara bersamaan. Saat kami berkegiatan di luar rumah, kami harus membawa buah tangan berupa ASI-P (Asi Perah).

Salah satu tantangan yang dihadapi yaitu aksesibilitas ruang laktasi di ruang publik dan perkantoran. Sayangnya, meski semua telah mengamini manfaat ASI, dukungan terhadap aksesibilitas ruang menyusui bagi ibu masih jarang ditemui. Tak banyak ruang publik yang menyediakan ruang laktasi, sehingga pemberian ASI eksklusif menjadi terhambat. Bahkan ibu menyusui terpaksa rela memerah di musala, gudang, atau ruangan sempit dan pengap jauh dari standar

Pernah pada satu kegiatan, setelah mondar mandir mencari ruang yang nyaman untuk memerah ASI, saya berlari menghampiri teman saya yang juga pejuang ASI untuk memerah ASI bersama. Forum ini biasa kita lakukan, karena selain sharing masalah perbayian, ini merupakan hiburan buat ibu-ibu seperti kami untuk mengomentari berbagai kejadian lucu di dalam negeri.

Saya dibuat melongo dengan jawaban teman saya karena dia bilang sudah memerah ASI setengah jam sebelum saya datang dan dia memerahnya di balik pintu toilet. Well, saya pun ke sana untuk melakukan hal serupa. Perut saya mual dan hampir saja separuh dari makan siang di perut saya bergejolak karena bau yang menguar dari dalam toilet. Bagaimana bisa saya memerah dalam kondisi seperti ini? Bagaimana bisa saya menjaga kualitas ASI supaya layak diberikan pada sang buah hati?

Halah gitu aja kok repot, wong pumping tinggal pumping, suara sumbang beberapa orang menghadapi peliknya keluhan saya tentang ruang laktasi. Apalagi sekarang sangat mudah ditemukan apron penutup ibu menyusui atau memerah ASI yang di jual di babyshop atau marketplace dengan harga yang relatif terjangkau. Dengan harapan apron ini bisa dijadikan penutup selama menyusui sembari berkegiatan.

Perlu digarisbawahi bahwa tidak semua ibu menyusui bisa melakukan hal serupa; nyaman memerah ASI di tempat banyaknya orang berinteraksi apalagi lalu lalang sana sini banyak laki-laki. Saya rasa semua perempuan bersepakat jika dibutuhkan ruang nyaman tanpa kondisi tertekan supaya stok ASI aman.

Amanah konstitusi menyebutkan adanya kewajiban penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum, sebagaimana tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, yaitu pemerintah berkewajiban menyosialisasikan wajib adanya ruang laktasi dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui beserta standarnya.

Membaca peraturan ini saya pun berdecak kagum; standar ruang laktasi ini benar-benar cihuy jika benar-benar diterapkan. Salah satunya keberadaan ventilasi yang membuat kami para ibu menyusui pekerja bisa bernapas lega di tengah-tengah memerah ASI sembari menelepon sang buah hati yang berada di rumah. Apalagi jika ruangannya berukuran minimal 3×4 dengan dilengkapi wastafel, refrigerator, dan berbagai fasilitas pendukung lainnya.

Sepertinya upaya penguatan keberadaan ruang laktasi ini perlu ditinjau kembali secara holistik. Secara undang-undang memang sudah diatur sedemikian rupa, Jika kita tilik media kita temui berita seremoni kampanye pemberian ASI eksklusif yang tidak sedikit jumlahnya. Tapi untuk praktiknya memang masih jadi PR bersama.

Bisa jadi karena penyedia layanan hanya berpikir keberadaan ruang laktasi ini hanya sebatas ruangan 3×4 yang di dalamnya difungsikan untuk kumpul emak-emak ngaso dari rutinitas pekerjaan yang menumpuk. Padahal lebih dari itu keberadaan ruang laktasi adalah salah satu ujung tombak kemajuan negeri ini.

Bagaimana tidak, pemberian ASI eksklusif adalah fase terpenting pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian membuktikan, anak-anak yang berhasil mendapatkan ASI eksklusif beresiko lebih kecil mengalami obesitas serta penyakit komplikasi penyertanya. Mereka juga memiliki inteligensi yang lebih baik. Selain itu, menyusui juga mengurangi resiko kanker payudara pada perempuan.

Tentu saja keberadaan ruang laktasi yang kian dirindukan ini menjadi sebuah urgensi. Jika ASI tercukupi, gizi bayi terpenuhi, prevalensi stunting teratasi, anak-anak Indonesia cerdas dengan inteligensi tinggi bukan hanya mimpi.

Padahal setiap tahunnya kita selalu merayakan Hari Ibu, tanpa kita sadari perayaan itu hanya sebatas seremoni dan simbolisasi tanpa pernah serius mendukung kerja-kerja keibuan sebagaimana keberadaan ruang laktasi. Maka pada 22 Desember ini, izinkan kami para ibu di Indonesia berharap tentang keberadaan ruang laktasi yang mumpuni. Supaya genap khidmat kami mengabdi untuk turut serta mencerdaskan anak negeri.

(CA/AA)

  • Share
Exit mobile version