Oleh : Zahra Hanifah )*
Rangkaian sidang PUIC OKI resmi dimulai, menandai langkah penting dalam upaya memperkuat solidaritas antarnegara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Forum ini mempertemukan parlemen dari negara-negara Muslim untuk membahas tantangan bersama dan menyusun langkah strategis yang mampu memperkuat posisi dunia Islam dalam tatanan global. Di tengah beragam isu kemanusiaan, geopolitik, dan pembangunan berkelanjutan, pertemuan PUIC menjadi momen yang tepat untuk membangun konsensus, memperluas kerja sama, dan meneguhkan nilai-nilai universal Islam yang damai dan solutif. Dalam forum tersebut, Indonesia kembali tampil menonjol sebagai pemrakarsa dialog dan penggerak sinergi yang konstruktif.
Dinamika global yang kompleks telah membawa dunia Islam pada titik refleksi mendalam. Ketimpangan sosial, konflik geopolitik, serta tantangan pembangunan memerlukan solidaritas yang lebih dari sekadar wacana. Di tengah arus besar ini PUIC hadir sebagai forum penting untuk memperkuat persatuan umat. Dalam forum ini, Indonesia tampil bukan hanya sebagai peserta aktif, melainkan sebagai poros yang memancarkan pengaruh konstruktif, inklusif, dan menyatukan.
Indonesia bukan pemain baru dalam lanskap diplomasi Islam. Pengalaman panjang dalam membangun konsensus, mengedepankan dialog, dan memperjuangkan keadilan menjadikannya mitra strategis bagi negara-negara anggota OKI. Melalui peranannya di PUIC, Indonesia memperlihatkan diplomasi parlemen yang berwawasan jauh ke depan, didukung oleh kekuatan moral dan reputasi sebagai negara Muslim demokratis terbesar di dunia.
Rangkaian sidang dan agenda PUIC tahun ini menegaskan pergeseran paradigma yang tengah terjadi. Isu-isu seperti krisis kemanusiaan, pendidikan Islam, peran perempuan, hingga ketahanan energi dan pangan telah diakui secara luas sebagai tantangan kolektif umat yang membutuhkan respon lintas negara. Indonesia memainkan peran penting dalam mengangkat isu-isu tersebut ke panggung utama, mendorong kerja sama lintas batas, dan menawarkan pendekatan solutif yang tidak mengedepankan dominasi, melainkan kolaborasi.
Keberhasilan ini tidak lepas dari kepemimpinan parlemen yang adaptif dan progresif. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan bahwa diplomasi parlemen harus mampu menjadi kekuatan lunak yang menjembatani perbedaan politik dan ideologis di antara negara-negara Muslim. Pernyataan ini menemukan maknanya dalam kiprah Indonesia di PUIC, di mana gagasan-gagasan yang diajukan tidak hanya diterima, tetapi juga dijadikan rujukan oleh banyak delegasi.
Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, menekankan bahwa pendekatan dialog konstruktif bukan sekadar simbolik, tetapi bagian dari strategi diplomasi jangka panjang yang diakui luas sebagai pemimpin moral panutan dunia Islam. Citra ini diperkuat oleh stabilitas domestik yang relatif terjaga, serta komitmen terhadap demokrasi yang inklusif. Keberagaman yang dirawat dalam harmoni sosial menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai Islam dapat berjalan seiring dengan modernitas dan keterbukaan. Melalui forum PUIC, Indonesia mentransformasikan realitas ini menjadi kekuatan yang mampu menginspirasi negara anggota lain, sekaligus memantapkan posisinya sebagai simpul strategis di antara perbedaan kepentingan.
Inisiatif konkret juga menjadi keunggulan dalam pendekatan Indonesia. Dukungan terhadap Palestina, pendidikan Islam yang adaptif, penguatan ekonomi syariah, serta komitmen terhadap pengembangan teknologi digital untuk generasi muda Muslim menjadi bagian dari peta jalan kontribusi Indonesia. Langkah ini menunjukkan bahwa diplomasi tidak berhenti pada pidato, melainkan diwujudkan dalam aksi yang memberi manfaat jangka panjang.
Forum PUIC memberikan ruang bagi transformasi diplomasi Islam dari yang bersifat reaktif menjadi proaktif. Indonesia memanfaatkan ruang ini untuk membangun jaringan kerja sama antarparlemen yang bersifat setara dan saling memperkuat. Pendekatan ini berperan aktif dalam menjaga stabilitas dan membangun kepercayaan antarnegara dalam isu-isu sensitif dan menggerakkan sinergi di tengah keragaman sistem politik dan sosial yang dimiliki masing-masing negara anggota.
Keberadaan Indonesia di tengah forum ini juga membawa harapan baru akan kebangkitan dunia Islam yang lebih harmonis dan berdaya saing. Nilai-nilai keadaban, keadilan sosial, dan semangat kemanusiaan global menjadi fondasi utama diplomasi Indonesia. Dalam forum PUIC, nilai-nilai tersebut tidak hanya dibicarakan, tetapi dijadikan pedoman bersama dalam merumuskan resolusi dan kebijakan.
Ke depan, peran Indonesia diproyeksikan akan semakin besar. Keterlibatan aktif tidak hanya berasal dari parlemen, tetapi juga diharapkan tumbuh dari kalangan masyarakat sipil, pemuda, dan akademisi. Ini membuka peluang terbangunnya diplomasi multijalur yang lebih inklusif dan responsif terhadap perubahan zaman. Dengan menyelaraskan kekuatan institusi dan partisipasi publik, Indonesia dapat terus memperkuat pengaruhnya dalam membentuk masa depan dunia Islam yang damai, modern, dan bersatu.
Forum PUIC bukan sekadar ajang pertemuan tahunan, tetapi momentum kolektif untuk mengartikulasikan ulang arah perjuangan umat Islam di tengah tantangan global. Indonesia menunjukkan bahwa diplomasi tidak harus berbasis kekuatan militer atau ekonomi semata. Diplomasi berbasis nilai, pengalaman, dan empati mampu menjadi penggerak konsensus yang lebih kuat dan tahan uji.
Dalam pusaran geopolitik yang sering tidak menentu, kehadiran Indonesia sebagai jangkar stabilitas dan suara persatuan menjadi semakin relevan. Dunia Islam membutuhkan pemimpin yang mampu menjembatani perbedaan, membangun kepercayaan, dan memantik kerja sama sejati. Peran itu kini sedang dijalankan dengan mantap oleh Indonesia di panggung PUIC. Bukan hanya sebagai representasi satu negara, tetapi sebagai simbol semangat baru dalam merangkai masa depan umat Islam yang lebih inklusif dan berkeadilan.
)* Pemerhati Diplomasi Parlemen Negara-Negara Islam