Jakarta, jurnalredaksi– Bulan suci Ramadhan merupakan waktu di mana umat Muslim melakukan ibadah puasa selama satu bulan penuh dengan menahan segala hawa nafsunya, tidak hanya sekedar makan dan minum saja, hal yang juga penting untuk ditahan adalah amarah serta tindakan ujaran kebencian ataupun provokasi di media sosial. Jangan sampai kita mengotori kesucian bulan penuh berkah tersebut dengan beredarnya ujaran kebencian.
Sebagaimana dikatakan pula oleh Zaki Mubarak selaku Akademisi Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bahwa alangkah baiknya kita memperbanyak amal kebaikan dan juga sudah saatnya kita untuk membersihkan hal-hal yang kurang bermanfaat. Sebenarnya kita bisa lihat fenomena ujaran kebencian dan juga provokasi yang bahkan angkanya terus meningkat setiap tahunnya, salah satunya dikarenakan kemajuan teknologi dengan akses informasi yang begitu melimpah dan sangat mudah untuk diakses oleh siapapun.
Maka dari itu semua pihak harus mampu untuk menerapkan filterisasi mengenai apapun yang telah mereka baca atau mereka tonton, khususnya pada media sosial dan mempertanyakan kembali mengenai kredibilitas pembuat narasi tersebut. Jangan sampai kemudahan menggunakan media sosial justru dimanfaatkan oleh sejumlah pihak yang mungkin dengan sengaja memecah belah. Bahkan mirisnya lagi adalah terdapat pula kelompok yang sebenarnya tidak sengaja menyebarluaskan ujaran kebencian tersebut karena dampak dari kesalahan pemahaman dalam beragama serta adanya kepentingan politik.
Daripada terus menerus saling menyalahkan, termasuk menyalahkan Pemerintah dengan segala upayanya selama ini demi kepentingan negara, lebih baik kita melakukan introspeksi diri dan menjalankan ajaran yang penuh kedamaian serta menolak berbagai aksi kekerasan. Berbagai upaya juga sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk membantu melakukan filterisasi tersebut kepada masyarakat luas melalui Kominfo yang telah bekerja sama dengan banyak platform media sosial ternama seperti Whats App, Instagram, Twitter, Google hingga Facebook.
Tidak hanya kerja sama saja, namun Pemerintah juga akan terus mengupayakan supaya berbagai macam konten menyesatkan di media sosial tidak tersebar luas dengan menutup akses tautan ke konten tersebut maupun akun tertentu yang dinilai banyak menebar kebencian dan provokasi. Perihal ini sangatlah krusial untuk dilakukan karena apabila ujaran kebencian terus merajalela, maka keutuhan NKRI akan terancam.
Lebih lanjut, upaya Pemerintah untuk mengatur regulasi juga sudah dijalankan. Khususnya terkait proses penegakan hukum yang jelas tertulis dalam UU ITE. Penegak hukum tak segan lagi untuk menelusuri pelaku apabila terdapat sebuah unggahan di media sosial yang berisi ujaran kebencian ataupun provokasi, termasuk konten-konten negatif dan juga hoax supaya tidak semakin menyebar di masyarakat.
Setiap apapun yang telah diunggah di media sosial bukan berarti bisa langsung kita telan mentah-mentah. Maka dari itu sangatlah penting juga bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan budaya literasinya. Lakukan pengecekan kembali mengenai apapun yang telah tersaji di media sosial, termasuk bagaimana korelasi antara judul dengan isi konten. Karena banyak ditemui ternyata judul dengan sengaja dibuat bombastis hanya semata supaya banyak pengunjungnya.
Hal yang tak kalah penting untuk dilakukan adalah mengetahui dan memastikan sumber konten atau berita tersebut. Apabila ditemui sumbernya tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka alangkah baiknya untuk tidak sembarangan membagikan ulang suatu unggahan itu.
Sejatinya memang Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, akan tetapi bukan berarti bisa disalah artikan bahwa kita boleh untuk menyebarluaskan apapun sesuka hati dimedia sosial. Hal tersebut memungkinkan adanya multitafsir dan ujungnya akan menyesatkan pemikiran pihak lain yang mengkonsumsinya. Termasuk juga bukan berarti demokrasi adalah dengan mudah menghina dan melukai hati orang lain melalui ujaran kebencian.
)* Penulis adalah alumni Unair
(ADIM/AA)