Jakarta — Kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia terus menunjukkan tren positif, seiring capaian surplus neraca perdagangan yang konsisten. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia pada Maret 2025 kembali mencatat surplus signifikan sebesar US$ 4,33 miliar. Angka ini meningkat sebesar US$ 1,23 miliar dibandingkan bulan sebelumnya, menjadi bukti nyata ketahanan ekonomi nasional di tengah tantangan global.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa capaian ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan fundamental ekonomi yang kuat. “Neraca perdagangan Indonesia surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” ujar Amalia dengan optimis. Ia menambahkan, surplus pada Maret 2025 lebih banyak ditopang oleh komoditas non-migas, dengan nilai mencapai US$ 6 miliar.
Menurut Amalia, komoditas utama penyumbang surplus berasal dari sektor strategis seperti lemak hewan nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Di sisi lain, meskipun sektor migas mencatatkan defisit sebesar US$ 1,67 miliar, hal ini dinilai wajar mengingat kebutuhan dalam negeri yang tinggi atas hasil minyak dan minyak mentah.
Momentum positif ini semakin memperkuat daya saing ekspor Indonesia, meski di tengah dinamika perdagangan internasional yang dipengaruhi oleh kebijakan negara mitra. Seperti diketahui, Indonesia tengah menghadapi tantangan baru berupa kebijakan tarif resiprokal sebesar 32 persen yang dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Namun, pemerintah Indonesia bergerak cepat merespons kondisi ini melalui diplomasi ekonomi yang produktif. Tim delegasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah bertemu dengan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, dalam upaya mencari solusi yang saling menguntungkan.
“Indonesia berkomitmen untuk menyeimbangkan neraca dagang Amerika Serikat yang defisit melalui peningkatan impor energi seperti crude oil, LPG, gasoline, serta produk pertanian seperti kedelai dan gandum,” tegas Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga menegaskan kesiapan Indonesia untuk memperkuat kerja sama di sektor mineral kritis dan menyelesaikan hambatan non-tariff barriers (NTBs) yang selama ini menjadi keluhan pengusaha AS.
Menteri Lutnick pun menyambut positif langkah Indonesia dan menyarankan agar pembahasan teknis segera dijadwalkan, dengan target rampung dalam 60 hari. Delegasi RI juga dijadwalkan melanjutkan negosiasi bersama Department of Commerce (DoC) dan United States Trade Representative (USTR).
Capaian surplus neraca perdagangan yang konsisten, ditambah keseriusan pemerintah dalam memperkuat hubungan dagang internasional, menjadi bukti bahwa Indonesia semakin dipercaya oleh dunia dan menjadi destinasi investasi yang stabil dan menjanjikan.