Oleh : Astrid Widia )*
Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) yang digelar di Jakarta menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam memperkuat peran parlemen di kancah internasional. Forum ini tidak hanya menjadi panggung simbolik, tetapi juga wahana penting bagi penguatan tata kelola dan solidaritas antarnegara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Sejak pembukaan pada 12 Mei 2025 di Kompleks Parlemen RI, nuansa strategis pertemuan ini telah terasa kuat. Indonesia, melalui DPR RI, menunjukkan kepemimpinan yang matang dan inklusif dengan mengusung tema “Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience” atau “Tata Kelola yang Baik dan Kelembagaan yang Kuat sebagai Pilar Ketahanan”. Tema tersebut mencerminkan pemahaman mendalam atas tantangan global yang dihadapi negara-negara Islam saat ini.
Pertemuan standing committee yang dihadiri 37 negara anggota menjadi ruang konsolidasi ide dan nilai. Agenda forum ini menyentuh persoalan fundamental seperti transparansi dan akuntabilitas kelembagaan parlemen, isu krusial yang tengah menjadi perhatian global. Hal ini menunjukkan bahwa PUIC tidak lagi sekadar menjadi forum retorika, tetapi telah berkembang menjadi arena kerja sama konkret yang berorientasi pada solusi.
Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera, menyampaikan bahwa pertemuan ini menjadi penanda peran Indonesia sebagai pusat diplomasi parlementer dunia Islam. Pernyataan ini merefleksikan peran penting Indonesia, tidak hanya sebagai tuan rumah, tetapi juga sebagai motor penggerak konsolidasi gagasan untuk kemajuan peradaban Islam global. Ia menegaskan bahwa forum ini harus menghasilkan pijakan strategis untuk membangun ketahanan bersama melalui kelembagaan parlemen yang tangguh.
Salah satu perhatian utama dalam hari pertama konferensi adalah krisis kemanusiaan di Palestina. Indonesia menyuarakan desakan agar seluruh parlemen negara OKI mengambil tindakan konkret melalui jalur diplomasi parlementer. Bukan hanya berupa pernyataan politik, tetapi juga dukungan nyata terhadap proses hukum internasional untuk menuntut pertanggungjawaban pelaku kejahatan perang.
Komitmen ini sejalan dengan semangat Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang menekankan pentingnya PUIC menjadi forum pencarian solusi nyata atas krisis global, khususnya perjuangan rakyat Palestina. Upaya ini menandakan posisi Indonesia yang konsisten dalam menyuarakan keadilan global dan hak-hak kemerdekaan bangsa yang tertindas.
Selain isu Palestina, konferensi juga memberi perhatian serius terhadap penguatan kesetaraan gender di negara-negara anggota. Upaya DPR RI untuk membawa isu partisipasi perempuan ke forum internasional ini patut diapresiasi. Langkah ini sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan menjadi bukti bahwa Indonesia membawa nilai-nilai kemanusiaan yang inklusif dalam setiap upaya diplomasi.
Penguatan kerja sama bilateral juga menjadi capaian penting di hari pertama konferensi. Pertemuan antara Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, dan Sekjen Parlemen Bahrain, Mohamed Ibrahim Al Sisi Al Buainain, menjadi cermin dinamika positif yang berkembang di balik perhelatan utama. Dalam pertemuan itu, Bahrain menyatakan keseriusannya membangun kolaborasi strategis dengan Indonesia, mulai dari pertukaran kajian kebijakan hingga peningkatan kapasitas kelembagaan.
Upaya konkret seperti pembentukan Grup Kerja Sama Bilateral Indonesia–Bahrain juga menjadi bukti bahwa konferensi ini menciptakan dampak langsung. Di tengah derasnya tantangan global, membangun jejaring parlementer yang produktif merupakan salah satu cara untuk menjaga stabilitas dan memperluas pengaruh positif Indonesia di lingkup OKI.
Kehadiran lebih dari 500 peserta dari negara-negara anggota PUIC menunjukkan antusiasme dan harapan besar terhadap peran kolektif parlemen Islam dalam merespons tantangan zaman. Kepercayaan yang diberikan kepada Indonesia sebagai tuan rumah mencerminkan posisi strategisnya di dunia Islam. Menurut pengamat hubungan internasional, Anton Aliabbas, konferensi ini bukan hanya soal seremoni, tetapi ruang strategis bagi Indonesia untuk mempertegas perannya dalam membangun solidaritas global.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan pertemuan ini bergantung pada kemampuan setiap negara anggota untuk menyatukan pandangan dan membangun semangat kolektif. Target Indonesia agar PUIC menghasilkan langkah konkret bagi kemerdekaan Palestina dan penanganan krisis global sangat mungkin tercapai bila semangat solidaritas ini terus dikonsolidasikan.
Hari pertama konferensi ini telah berhasil menegaskan bahwa diplomasi parlemen bukan lagi pelengkap, melainkan instrumen utama dalam percaturan hubungan antarnegara. DPR RI memanfaatkan forum ini tidak hanya untuk menunjukkan komitmen nasional, tetapi juga untuk mempengaruhi arah kebijakan global melalui pendekatan berbasis nilai, kolaborasi, dan keberanian moral.
Keberhasilan penyelenggaraan hari pertama Konferensi PUIC ini seharusnya menjadi kebanggaan nasional. Bukan karena sekadar menjadi tuan rumah, tetapi karena Indonesia berhasil memperlihatkan kepemimpinan substansial yang berbasis pada nilai universal: keadilan, kesetaraan, dan perdamaian.
Sebagai bangsa yang besar dan berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk terus memimpin dalam agenda-agenda dunia Islam. Forum seperti PUIC adalah panggung penting bagi Indonesia untuk memperluas diplomasi nilai yang telah lama menjadi ciri khasnya.
Mari kita sukseskan Konferensi PUIC 2025 sebagai bentuk nyata dukungan masyarakat Indonesia terhadap peran aktif parlemen dalam memperkuat solidaritas dunia Islam dan membangun tata dunia yang adil dan damai.
)* Penulis adalah Pengamat Hubungan Internasional