Jakarta – Perubahan iklim berdampak signifikan terhadap perekonomian, termasuk kenaikan suhu dan bencana alam yang memengaruhi sektor pertanian serta harga pangan. Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi hingga 43,20% pada 2030 melalui kebijakan fiskal yang mendukung transisi ekonomi hijau.
Dirjen Perbendaharaan, Astera Primanto Bhakti, menekankan bahwa kebijakan fiskal berperan penting dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. “Kebijakan fiskal menjadi instrumen utama pemerintah dalam transisi ekonomi hijau,” ujarnya dalam seminar bertajuk “Jakarta’s Green Economy and Fiscal Policy: A Pathway to Sustainable Development”.
Pemerintah menerapkan skema pembayaran berbasis kinerja untuk memberi insentif kepada pihak yang berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Selain itu, infrastruktur perdagangan karbon terus dikembangkan agar lebih efisien dan transparan.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Green Sukuk dengan nilai US$6,9 miliar guna membiayai proyek energi terbarukan, transportasi berkelanjutan, hingga pengelolaan limbah. “Skema ini memungkinkan berbagai sektor berpartisipasi aktif dalam mengurangi emisi,” lanjut Astera.
Pada 2023, Indonesia menerima US$46 juta dari Green Climate Fund berkat penurunan 20,3 juta ton CO2eq dalam periode 2014-2016.
Fraksi PKS mendukung kebijakan ini dan mendorong industri hijau sebagai prioritas nasional. Meitri Citra Wardani, Anggota DPR RI Fraksi PKS, menyatakan bahwa industri hijau merupakan kebutuhan mendesak. “Industri hijau tak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi sumber daya,” katanya.
Pemerintah telah meluncurkan Program Penilaian Industri Hijau, yang memberikan sertifikasi kepada perusahaan berkelanjutan serta insentif fiskal seperti pengurangan pajak dan kemudahan investasi.
Dalam transisi energi, Adi Budiarso, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, menekankan pentingnya roadmap transisi yang inklusif.
“Indonesia membutuhkan strategi konkret agar semua pihak dapat beralih ke energi bersih yang lebih efisien,” ujarnya.
Salah satu inisiatif utama adalah Energy Transition Mechanism (ETM), yang bertujuan menggantikan pembangkit listrik berbasis batu bara dengan energi terbarukan.
PT Sucofindo juga mendukung kebijakan ini dengan memastikan kredibilitas klaim energi bersih dan perdagangan karbon. “Kami berkomitmen menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan karbon di Indonesia,” kata Adi Budiarso.
Dengan kebijakan fiskal yang matang, pemerintah optimistis transisi ekonomi hijau dapat berjalan lancar, menciptakan lapangan kerja baru, serta memperkuat ketahanan ekonomi dan lingkungan Indonesia.