Oleh : Dirandra Falguni )*
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan performa impresif pada Maret 2025. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan mencapai US$ 4,33 miliar, meningkat signifikan dari bulan sebelumnya yang berada di angka US$ 3,12 miliar. Pencapaian ini menandai surplus ke-59 secara beruntun sejak Mei 2020, menjadi sinyal kuat atas ketahanan dan daya saing ekspor nasional di tengah dinamika global yang tidak menentu.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan secara bulanan nilai surplus ini naik US$ 1,23 miliar sehingga ini menjadi surplus 59 bulan beruntun sejak Mei 2020. Secara kumulatif hingga bulan Maret 2025, neraca perdagangan tercatat surplus US$ 10,92 miliar. Amalia mengatakan jika dibandingkan tahun lalu Januari-Maret 2024 kenaikan US$ 3,51 miliar. Surplus ini ditopang surplus komoditas nonmigas US$ 15,76 miliar sementara neraca migas mengalami defisit. Defisit migas mencatat US$ 1,67 miliar, disumbang oleh hasil minyak dan minyak mentah.
Kinerja tersebut melampaui ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun dari 10 lembaga sebelumnya memproyeksikan surplus hanya akan mencapai US$ 2,63 miliar. Artinya, realisasi tersebut menunjukkan fondasi ekonomi Indonesia yang cukup kokoh, terutama dari sisi sektor eksternal.
Surplus neraca perdagangan pada Maret 2025 ditopang oleh nilai ekspor sebesar US$ 23,25 miliar, meningkat cukup tajam berkat kontribusi ekspor minyak dan gas. Sementara impor tercatat sebesar US$ 18,92 miliar, hanya naik tipis 0,38% dibandingkan bulan sebelumnya. Keseimbangan antara ekspor yang tumbuh dan impor yang stabil memberikan ruang bagi surplus yang lebih tinggi dan menunjukkan bahwa kebutuhan barang impor belum mengalami lonjakan signifikan.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia selama Januari–Maret 2025 mencatatkan surplus sebesar US$ 10,92 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya mencatat surplus sebesar US$ 7,41 miliar. Surplus ini didorong oleh ekspor komoditas nonmigas yang mencapai US$ 15,76 miliar, meskipun harus dikompensasi oleh defisit sektor migas.
Salah satu pendorong kuat surplus adalah hubungan dagang dengan Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan tren positif. BPS mencatat, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan AS sebesar US$ 4,32 miliar sepanjang Januari–Maret 2025. Nilai ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar US$ 3,61 miliar.
Surplus perdagangan dengan AS didominasi oleh komoditas nonmigas seperti mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), pakaian dan aksesorinya (HS 61 dan 62), alas kaki (HS 64), serta lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15). Di sisi impor, Indonesia banyak mendatangkan mesin/peralatan mekanis (HS 84), biji dan buah mengandung minyak (HS 12), dan instrumen medis (HS 90) dari Negeri Paman Sam.
Meski neraca perdagangan migas Indonesia-AS masih mengalami defisit sebesar US$ 0,80 miliar pada triwulan pertama 2025, tren surplus perdagangan secara keseluruhan tetap kuat. Bahkan, sejak 2015 hingga Maret 2025, total surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai US$ 115,78 miliar.
Kinerja perdagangan yang membaik juga berdampak langsung terhadap nilai tukar rupiah. Pada Senin (21/4/2025), rupiah sempat ditutup menguat 0,12% di posisi Rp16.800 per dolar AS. Penguatan ini terjadi seiring melemahnya indeks dolar AS (DXY) yang tercatat turun 1,25% ke angka 98,13, dari sebelumnya 99,37.
Penguatan nilai tukar rupiah mencerminkan kepercayaan pelaku pasar terhadap ekonomi Indonesia. Ketika neraca perdagangan mencatat surplus, berarti negara memperoleh lebih banyak devisa. Peningkatan cadangan devisa ini secara otomatis memperkuat fundamental rupiah dan memperbesar ruang bagi Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas moneter nasional.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra mengungkapkan bahwa penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh persepsi negatif pasar terhadap pernyataan Presiden AS Donald Trump yang meminta pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Campur tangan Trump terhadap bank sentral AS menimbulkan kekhawatiran pasar akan independensi The Fed, sehingga dolar AS mengalami tekanan.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menyatakan kinerja perdagangan Indonesia yang cemerlang tak lepas dari kerja keras pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi di tengah gejolak global. Koordinasi lintas kementerian terus dilakukan untuk menyikapi dampak kebijakan tarif dari AS dan negara lainnya.
Tim pemerintah yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan terus menyusun strategi diplomasi perdagangan yang efektif. Tujuannya tak hanya untuk mempertahankan hubungan dagang dengan mitra utama seperti AS, tapi juga membuka pasar-pasar baru yang potensial di kawasan Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Airlangga menyebut bahwa Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima dalam negosiasi tarif oleh pemerintah AS, menunjukkan bahwa diplomasi ekonomi Indonesia mulai menunjukkan hasil nyata. Langkah-langkah ini akan sangat membantu menjaga surplus perdagangan ke depan, meskipun tensi geopolitik global masih tinggi.
Surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan adalah indikator kuat bahwa ekonomi Indonesia berada di jalur yang stabil dan resilien. Di tengah tantangan global seperti ketegangan perdagangan, tekanan nilai tukar, dan ketidakpastian geopolitik, Indonesia masih mampu menjaga surplus dan memperkuat cadangan devisa.
Keberhasilan ini bukan hanya buah dari peningkatan ekspor, tetapi juga dari kerja sama lintas sektor yang intensif dan responsif terhadap perubahan global. Tantangan masih ada, khususnya di sektor migas dan reformasi industri, namun tren surplus yang konsisten memberi ruang optimisme akan masa depan ekonomi Indonesia.
Dengan strategi perdagangan yang adaptif, penguatan ekspor nonmigas, serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk terus menjaga ketahanan ekonominya di tengah arus globalisasi dan proteksionisme yang semakin kompleks. Sementara itu, mata uang Garuda tampak semakin perkasa usai greenback terus mengalami depresiasi hari demi hari.
)* Kontributor Beritakapuas.com