Menu
Cepat Tepat Terpercaya

Kata DJSN soal Kelas BPJS Tak Dihapus dan Kelas Rawat Inap Standar

  • Share

Jakarta, jurnalredaksi– Beredar kabar bahwa kelas 1, 2, dan 3 program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan dihapus.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengklarifikasi kabar kelas BPJS dIhapus tersebut.

banner 336x280

Menurut dia, tidak benar bahwa kelas akan dihapus, karena masih dalam proses.

Muttaqien menjelaskan, hingga saat ini aturan yang masih berlaku adalah Perpres 64 tahun 2020. “Iuran sampai saat ini, masih berdasarkan Perpres 64 tahun 2020,” ujar Muttaqien pada jurnalredaksi, Minggu (19/12/2021). Selain itu, dia menjelaskan terkait iuran BPJS masih belum diputuskan besarannya. “Kalau iuran masih dalam proses pembahasan. Perbaikan ekosistem JKN ini, bertujuan untuk tetap mendukung keberlanjutan program dan meningkatkan mutu program JKN,” tutur Muttaqien.

Iuran sampai saat ini, masih berdasarkan Perpres 64 tahun 2020,” ujar Muttaqien pada jurnalredaksi, Minggu (19/12/2021).

Selain itu, dia menjelaskan terkait iuran BPJS masih belum diputuskan besarannya.

“Kalau iuran masih dalam proses pembahasan. Perbaikan ekosistem JKN ini, bertujuan untuk tetap mendukung keberlanjutan program dan meningkatkan mutu program JKN,” tutur Muttaqien.

Lanjut dia, peninjauan iuran dipastikan akan sejalan dengan Pasal 36 Perpres 64 tahun 2020, sehingga akan melihat juga kemampuan masyarakat dalam membayar iuran.

Adapun yang direncanakan mulai dilaksanakan bertahap tahun depan (2022) adalah Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS.

“Direncanakan pelaksanaan Kelas Rawat Inap Standar untuk peserta BPJS Kesehatan,” kata Muttaqien.

Namun dia tidak menjelaskan lebih rinci terkait detail pelaksanaan KRIS.

Menurut rencana pemberlakuan kelas standar itu akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan rumah sakit.

Menurut Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri, penerapan kelas rawat inap standar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pada Pasal 23 Ayat (4) disebutkan, dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.

Pada Pasal 54A Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan juga disebutkan pemerintah akan menetapkan manfaat jaminan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat Desember 2020.

Konsep kelas standar

Konsep yang diusung dalam kelas standar, antara lain, mewujudkan akses dan mutu sesuai standar pelayanan, menyediakan kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan, serta menyediakan sumber daya manusia yang sesuai dengan rasio pasien.

Asih mengungkapkan sebenarnya penerapan kelas standar sudah dilakukan sejak program JKN berjalan pada 2014.

”Penerapan kelas standar seharusnya sudah dilakukan sejak program JKN berjalan pada 2014. Sambil menunggu persiapan rumah sakit kemudian diharapkan selesai pada 2020 dan karena belum siap juga akhirnya ditargetkan bisa mulai berjalan pada 2022 nanti,” kata Asih.

Asih menambahkan, penerapan kelas standar akan dijalankan secara bertahap setelah peraturan presiden terkait terbit.

Standardisasi KRIS

Kini, berbagai persiapan masih dilakukan, terutama untuk menghitung kebutuhan tempat tidur dan besaran iuran yang akan ditetapkan pada peserta.

Penerapan kelas standar ini bertujuan untuk memastikan layanan bagi seluruh peserta terstandar serta terjamin mutu dan keselamatannya.

Standardisasi kelas rawat inap ini akan diukur dalam 12 indikator yang telah ditentukan, antara lain bahan bangunan, luas tempat tidur, jarak antartempat tidur, dan jumlah maksimal tempat tidur per ruangan.

Selain itu, diatur juga soal suhu ruangan, spesifikasi kamar mandi dalam ruangan, spesifikasi kelengkapan tempat tidur, serta pencahayaan ruangan.

Berdasarkan hasil self assessment KRI (kelas rawat inap) JKN 2021, sebanyak 81 persen rumah sakit sudah siap mengimplementasikan kebijakan KRI terstandar.

Akan tetapi, dari jumlah itu, 79 persen rumah sakit masih perlu penyesuaian kecil. Sisanya, sekitar 18 persen rumah sakit memerlukan penyesuaian sedang-besar.

Kendala penyesuaian infrastruktur rumah sakit umumnya ditemui pada rumah sakit dengan masa operasional di atas 20 tahun.

”Kita sedang berusaha, semoga perpres bisa terbit pada pertengahan 2022. Masyarakat perlu paham bahwa kelas standar ini bukan berarti menjadi kelas abal-abal. Justru fasilitas yang diberikan terstandar dan memastikan mutu dan keselamatan peserta,” ujar Asih.

Kelas layanan BPJS Kesehatan

Layanan BPJS Kesehatan hanya terbagi menjadi dua kelas, yaitu:

1. Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Penerima Bantuan Tunai (PBT) KRIS untuk non PBT.

2. KRIS untuk non PBT.

Peserta KRIS PBT bisa naik kelas ke KRIS non PBT dengan menambahkan biaya selisih, sesuai dengan biaya kenaikan kelas.

Kebijakan ini pastinya berdampak pada iuran yang akan dikenakan kepada para peserta meski hal ini belum dijelaskan lebih jauh.

Ada dua kriteria yang berbeda untuk KRIS bagi PBT, dan KRIS bagi non PBT. Perbedaan tersebut mengacu kepada ketentuan minimal luas tempat tidur, dan jumlah maksimal tempat tidur per ruangan.

Peserta KRIS PBT memiliki hak atas perawatan ruang minimal 7,2 meter persegi per tempat tidur, sementara KRIS non PBT, 10 meter persegi per tempat tidur.

jumlah maksimal tempat tidur bagi KRIS PBT adalah enam per ruangan, sedangkan KRIS non PBT, maksimal empat tempat tidur per ruangan.

(CA/AA)

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *