Jakarta, jurnalredaksi– Inggris melaporkan kasus kematian pertama varian Omicron pada 21 Desember. Orang pertama yang meninggal tersebut diketahui merupakan seorang penganut teori konspirasi untuk menolak divaksinasi.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengkonfirmasi kasus kematian pertama itu. Diduga lebih banyak kasus kematian yang tidak terdeteksi sebelum kasus varian Omicron ditemukan di Inggris.
Belum ada detail resmi yang dirilis mengenai pasien yang tewas tersebut. Namun seorang pria bernama John yang mengaku sebagai anak tiri pria yang meninggal itu mengungkap korban tidak divaksin.
Dikutip dari laman The Independent, John mengatakan, ayah tirinya yang berusia awal 70-an tahun itu dalam kondisi sehat ketika terinfeksi pada awal Desember. John juga mengatakan ayah tirinya berada dalam kondisi risiko minimal terinfeksi karena nyaris tak pernah keluar rumah.
“Ia sehat, bugar, tak merokok dan tak minum-minum selama nyaris 30 tahun,” ujarnya.
Sayangnya, ayah tirinya itu penganut teori konspirasi vaksin COVID-19. Ia mengatakan jika saja sang ayah sudah divaksin, ia seharusnya masih hidup karena vaksin memberikan gejala ringan.
“(Ayah tiri saya) berpikir bahwa itu (vaksin COVID-19) adalah konspirasi. Ia adalah seseorang yang pintar, tetapi berbagai hal berbeda yang menyebut bahwa hal itu (COVID-19) tidak nyata, Anda dapatkan secara online dan media. Benar-benar teori konspirasi,” tambahnya.
John menambahkan ayah tirinya meninggal pada hari Senin, hanya seminggu setelah tiba di rumah sakit. John menambahkan bahwa mereka yang menolak untuk divaksinasi harus khawatir dengan penyebaran luas varian baru.
(CA/AA)