Jakarta, jurnalredaksi– Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan lagi-lagi menuai polemik. Permintaannya agar Jaksa Agung ST Burhanuddin mencopot seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) karena menggunakan bahasa Sunda dalam rapat mendapat kritikan dari berbagai tokoh. Perilaku kontroversial Arteria kali ini disampaikannya dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung.
Awalnya, politikus PDI-P itu menyatakan harapannya agar Kejagung bersikap profesional dalam bertugas. Tanpa dinyana, Arteria lalu mengungkap soal adanya Kajati yang berbahasa Sunda dalam rapat.
“Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati Pak dalam rapat, dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu,” pintanya. Menurut Arteria, seorang Kajati haruslah berbahasa Indonesia dalam rapat agar tidak menimbulkan salah persepsi. Untuk itu, ia meminta agar Kajati yang dimaksud diberikan sanksi. “Kita ini Indonesia, Pak. Nanti orang takut, kalau pakai bahasa Sunda ini orang takut, ngomong apa, sebagainya. Kami mohon yang seperti ini dilakukan tindakan tegas,” tutur Arteria. Hingga saat ini, Arteria belum mengungkap siapa Kajati yang dimintanya untuk dicopot lantaran berbahasa Sunda.
Arteria disemprot Ridwan Kamil
Pernyataan Arteria Dahlan pun mendapat tanggapan dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Pria yang karib disapa Emil itu menuntut Arteria meminta maaf secara terbuka atas pernyataannya itu. Sebab menurut Emil, pernyataan Arteria bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari. Untuk menjaga kondusivitas, Arteria Dahlan diimbau meminta maaf. “Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi,” kata Emil
“Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan,” tambahnya.
Emil tak habis pikir dengan keluhan Arteria yang mempersoalkan penggunaan bahasa Sunda dalam forum resmi. Menurut dia, penggunaan bahasa daerah biasa diucapkan pada momen tertentu. Momen yang dimaksud seperti saat memberikan ucapan selamat, pembuka atau penutup pidato, atau saat seorang tokoh tengah berceletuk. Hal tersebut dinilai Emil merupakan hal yang wajar dan biasa dilakukan. “Makanya, harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya kelihatannya tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu,” sebutnya.
Emil pun mengingatkan Arteria mengenai kekayaan dan kebaragaman Indonesia yang tercermin salah satunya melalui bahasa daerah. Ia mengaku menyesalkan pernyataan dari Arteria. “Makanya Pancasila, Bhineka Tunggal Ika itu mewakili semangat itu. Jadi kalau ada yang rasis seperti itu menurut saya harus diingatkan tentunya dengan baik-baik dulu lah,” ucap Emil. “Jadi saya menyesalkan statement dari Pak Arteria Dahlan terkait masalah bahasa ya, yang ada ratusan tahun atau ribuan tahun, menjadi kekayaan Nusantara ini,” imbuh dia.
Arteria ramai-ramai dikritik
Bukan hanya Ridwan Kamil saja yang menyatakan keberatan dengan statement dari Arteria Dahlan. Sejumlah anggota DPR pun memberi kritikan. Seperti yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Habib Aboe Bakar Al-Habsyi. Meski disampaikan dengan nada ringan, politikus PKS tersebut meminta Arteria berhati-hati dalam berbicara. Pasalnya, dikatakan Aboe, Jaksa Agung sendiri merupakan orang Sunda. “Pak JA orang Sunda loh hati-hati,” timpal Aboe Bakar sembari tertawa.
Kritikan kepada Arteria juga datang dari Anggota DPR RI Dedi Mulyadi. Menurut dia, penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan rapat merupakan sesuatu hal yang wajar dan tidak ada salahnya. “Jadi kalau Kajati terima suap saya setuju untuk dipecat, tapi kalau pimpin rapat pakai bahasa Sunda apa salahnya?,” ungkap Dedi Mulyadi.
Wakil Ketua Komisi IV DPR itu mengaku sering menggunakan bahasa Sunda saat rapat bersama pejabat. Bahkan, menurut Dedi, penggunaan bahasa daerah dalam forum resmi bisa mencairkan suasana yang kaku.
“Justru itu malah membuat suasana rapat rileks tidak tegang. Sehingga apa yang ada di pikiran kita, gagasan kita bisa tercurahkan. Dan lama-lama anggota yang rapat sedikit banyak mendapat kosakata baru bahasa Sunda yang dimengerti,” papar mantan Bupati Purwakarta tersebut. Dedi pun justru mempertanyakan orang-orang yang kerap berbahasa asing saat rapat atau dalam keseharian. Ia lalu mengajar semua pihak agar bersama-sama menjaga menjaga keberagaman dan kebhinekaan untuk persatuan juga kesatuan bangsa Indonesia. Bagi politikus Partai Golkar ini, berbahasa daerah bukan berarti tidak nasionalis. Sebab, nasionalisme dibangun dari kekuatan daerah-daerah.
Rekan separtai anggap Arteria Berlebihan
Teguran untuk Arteria pun datang dari rekan satu partainya. Anggota DPR Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin berpandangan sikap Arteria terlalu berlebihan. “Usulan Saudara Arteria yang meminta agar jaksa agung memecat seorang Kajati karena menggunakan bahasa Sunda, menurut hemat saya, berlebihan dan dapat melukai perasaan masyarakat Sunda,” kata Hasanuddin.
Tokoh yang pernah maju dalam Pilgub Jawa Barat itu mengatakan, seseorang dapat dipecat dari jabatannya jika jika dilatarbelakangi adanya pelanggaran pidana berat atau kejahatan memalukan. Hasanuddin lantas menilai, pendapat Arteria seolah-olah menghakimi bahwa siapa saja yang menggunakan bahasa daerah, termasuk bahasa Sunda, dianggap melakukan kejahatan berat dan harus dipecat.
“Mungkin pada saat rapat ada pembicaraan yang tak resmi sehingga menggunakan bahasa Sunda atau bahasa daerah lain,” ucap Hasanuddin. Anggota Komisi I DPR itu mengaku heran apabila Kajati yang berbahasa Sunda justru dipecat layaknya seorang penjahat. Apabila dirasa penggunaan bahasa Sunda dalam forum resmi kurang mengenakan, Hasuddin mengimbau agar Kajati yang dimaksud diingatkan saja. “Kenapa harus dipecat seperti telah melakukan kejahatan saja? Saya ingatkan sebagai anggota DPR sebaiknya berhati-hati dalam berucap dan bersikap. Jangan bertingkah arogan, ingat setiap saat rakyat akan mengawasi dan menilai kita,” pungkasnya.
(CA/AA)