Jakarta, jurnalredaksi– Serangan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) terhadap 8 pekerja di Papua sangat memilukan karena memakan koban jiwa. Masyarakat mendukung Aparat keamanan menindak tegas gerombolan itu karena telah mengganggu stabilitas keamanan dan pembangunan di Papua.
KST bagaikan kuman yang harus dibasmi di Bumi Cendrawasih. Keberadaan mereka sangat mengganggu, karena sudah sering menyerang sembarangan, baik ke aparat maupun warga sipil. Terakhir, mereka menyerang para pekerja di kawasan Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Peristiwa itu sangat tragis karena menimbulkan 8 korban jiwa, yang merupakan para pekerja perusahaan telekomunikasi.
Kantor Staf Presiden (KSP) mengecam serangan KST di Ilaga. Penyebabnya karena mereka membunuh para pekerja yang sedang memperbaiki menara BTS (base transceiver station). Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menyatakan bahwa para pekerja sedang memperbaiki koneksi, demi memudahkan kegiatan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi warga. Mereka bertugas untuk mempermudah komunikasi rakyat.
Dalam artian, pekerja sedang membantu pembangunan di Papua dalam bidang komunikasi. Jika BTS diperbaiki maka akan lebih bagus lagi untuk memancarkan sinyal. Akan tetapi usaha itu malah dihalangi oleh KST. Berarti mereka tidak suka akan kemajuan di Bumi Cendrawasih, karena tower tidak jadi baik dan akhirnya komunikasi pun memburuk.
Padahal sinyal amat diperlukan, tidak hanya untuk komunikasi antar warga, tetapi juga untuk anak sekolah. Ketika kasus corona naik lagi, maka mereka sekolah online lagi. Jadi para guru dan murid butuh sinyal untuk sesi zoom atau mengirim tugas-tugas via whatsApp. Akan tetapi niat mereka untuk menuntut ilmu malah dihalangi oleh KST.
KST memang sudah tak bisa diampuni lagi karena bukan kali ini saja menghambat proses pembangunan di Papua, karena mereka juga pernah membakar sekolah dan menembaki para guru. Berarti mereka tidak mau masyarakat Bumi Cendrawasih maju, karena hendak sekolah, malah gedungnya dibakar hingga hancur-lebur.
Jika KST bilang ingin membelot dan membentuk Republik Federal Papua Barat, maka akan sangat aneh. Bagaimana bisa mereka memimpin negara jika malah kontra edukasi? Masyarakatnya mau sekolah malah dilarang dan sinyal internetnya yang jelek dibiarkan saja. Padahal jika diselimuti kebodohan, maka KST bisa dengan mudah ditipu oleh orang lain. Mereka tidak pernah berpikiran panjang seperti itu.
Pemberantasan KST perlu terus mendapat dukungan agar mereka tidak mengganggu stabilitas keamanan dan menghambat progress pembangunan di Papua. Meski operasi Nemangkawi diubah namanya menjadi operasi damai Cartenz, tetapi bukan berarti akan damai-damai saja alias tidak ada penangkapan anggota KST.
Justru anggota KST memang boleh ditangkap agar situasi di Papua dan Papua Barat tetap damai. Nama operasinya memang diganti tetapi tujuannya sama, yakni memberantas KST dan OPM dari Bumi Cendrawasih. Metodenya memang diganti dengan pendekatan kesejahteraan, tetapi bukan berarti KST dibiarkan melenggang begitu saja.
Masyarakat di Bumi Cendrawasih juga setuju akan penangkapan KST. Pasalnya, mereka sudah lelah menghadapi teror dan ingin hidupnya damai tanpa ada gangguan. Saat KST dibubarkan dan sudah tidak ada lagi anggotanya yang berkeliaran, maka situasi Papua akan kondusif dan mereka bisa hidup dengan nyaman, serta membangun wilayahnya dengan semangat.
Saat KST menyerang para pekerja yang sedang memperbaiki tower BTS, maka terbukti bahwa mereka anti dengan kemajuan dan pembangunan. Tak heran makin banyak masyarakat yang membenci KST dan OPM, karena tidak setuju dengan modernisasi Papua. Masyarakat asli Bumi Cendrawasih pun merestui penangkapan KST agar tidak makin meresahkan.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
(RK/AA)