Jakarta, jurnalredaksi– Aliansi Mahasiswa Indonesia dan elemennya, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) akan mengadakan kongres rakyat pada 18 April 2022. Masyarakat spontan menolak kongres ini karena rentan dipolitisasi dan disusupi provokator sebagaimana terjadi pada aksi-aksi sebelumnya.
Mahasiswa adalah agen perubahan yang sejak masa orde lama menjadi penggerak dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. Memang tugas mereka tidak hanya belajar di kampus tetapi juga berorganisasi dan belajar mengutarakan pendapat. Akan tetapi mahasiswa di era milenial berbeda jauh dengan mahasiswa jaman dulu. Jika dulu mereka independen, saat ini rawan karena ada banyak oknum yang ingin menyogok dan menunggangi demo.
Mahasiswa tidak kapok setelah melakukan demo tanggal 11 April 2022 lalu. Hal itu terbukti dari rencana BEM UI dan Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI), yang akan mengadakan unjuk rasa pada 21 April 2022. Sedangkan unjuk rasa akan diawali dengan kongres rakyat tanggal 18 April 2022.
Ketua BEM UI Bayu Satrio Utomo menyatakan bahwa mereka masih mematangkan rencana. Di kongres rakyat mereka ingin mempersatukan elemen yakni mahasiswa, buruh, petani, LSM (lembaga swadaya masyarakat), akademisi, dll. Unjuk rasa akan diikuti 100 lembaga/organisasi mahasiswa yang bergabung dalam AMI.
Masyarakat menolak kongres rakyat yang akan diadakan oleh AMI dan BEM UI. Pertama, mereka tidak mewakili rakyat karena sebenarnya masyarakat tidak mendukung demo atau kegiatan lain mereka, karena selalu anarki. Mereka juga tidak percaya akan pernyataan Presiden Jokowi bahwa beliau taat konstitusi sehingga menolak dipilih lagi tahun 2024.
Kedua, masyarakat mengkhawatirkan kongres rakyat akan ditunggangi dan rentan dipolitisi. Masalahnya saat ini makin banyak penyusup yang mudah mempengaruhi para mahasiswa yang sedang dalam keadaan emosi. Mereka jadi provokator dan memanas-manasi mahasiswa untuk melakukan tindakan anarki saat unjuk rasa nanti.
Politisasi ini yang dikhawatirkan karena mahasiswa mudah dipengaruhi oleh orang lain. Dalam keadaan emosi karena merasa demo tanggal 11 April 2022 kemarin gagal, mereka mudah dimasuki alam bawah sadarnya dan dipancing untuk melakukan berbagai hal negatif. Selain pembakaran, dikhawatirkan akan ada aksi seperti pada demo tahun 1998 dan berujung pada penjarahan harta warga. Yang paling parah adalah mereka bisa dipengaruhi untuk demo ganti presiden.
Keadaan itu memang yang diinginkan oleh para lawan politik sehingga mereka mendukung kongres rakyat, dengan alasan membela rakyat. Padahal mereka tidak membela rakyat, melainkan memanfaatkan mahasiswa untuk kepentingannya sendiri. Mahasiswa harus cerdas dan tidak boleh dipolitisir.
Politisi Masinton Pasaribu menyatakan bahwa jangan sampai aksi-aksi mahasiswa melenceng dari yang semula membahas isu kerakyatan menjadi isu politik, dan itu rawan dengan kepentingan tumpangan dari kelompok politik. Aksi mahasiswa dialihkan dengan isu ganti presiden. Padahal rakyat masih mendukung pemerintahan saat ini (Jokowi – KH Ma’ruf Amin).
Dalam artian, mahasisawa seharusnya melakukan evaluasi. Demo kemarin gagal karena memang tidak mendapat dukungan masyarakat dan dipenuhi oleh provokator yang berpura-pura jadi mahasiswa dengan mengenakan jas almamater. Jangan sampai Kongres Rakyat disusupi oleh oknum seperti itu yang mengaku mahasiswa tetapi hanya provokator yang diutus oleh lawan politik.
Para mahasiswa sudah dewasa dan diharapkan berpikir jernih. Jangan mudah termakan hoaks akan jabatan 3 periode karena Presiden Jokowi menolaknya. Kongres rakyat dan demo lanjutan sebaiknya dibatalkan saja karena sudah jelas akan ditunggangi kepentingan lawan politik dan mengganggu kondusifitas Ramadhan.
)* Penulis adalah Kontributor Lingkar Pers
(GNS/AA)