Papua Tengah – Situasi keamanan di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, kembali memanas akibat aksi brutal yang diduga dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam bentrokan berdarah yang berlangsung sejak 27 November 2024 hingga 4 April 2025, sedikitnya 12 orang tewas dan lebih dari 600 orang mengalami luka-luka. Insiden ini terjadi dalam konteks memanasnya kontestasi politik Pilkada setempat, namun keterlibatan OPM dalam memanfaatkan situasi untuk melancarkan serangan menambah parah kondisi keamanan.
Kepala Operasi Damai Cartenz-2025, Brigjen Pol. Dr. Faizal Ramadhani, mengungkapkan bahwa bentrokan melibatkan pendukung dua pasangan calon kepala daerah. Dari total korban jiwa, delapan di antaranya berasal dari kubu Paslon 01. Selain korban tewas, sebanyak 658 orang mengalami luka, didominasi oleh serangan panah dan senjata tajam. Lebih mengkhawatirkan, beberapa korban diketahui meninggal akibat tembakan senjata api, menguatkan dugaan bahwa OPM berada di balik kekacauan ini.
“Ini menjadi perhatian serius kami. OPM sengaja memanfaatkan ketegangan politik untuk menambah kekacauan,” ujar Brigjen Faizal dalam konferensi pers.
Kerugian material pun tidak sedikit. Sebanyak 201 bangunan dilaporkan hangus terbakar, termasuk rumah warga, sekolah dasar, kantor kampung, dan sejumlah fasilitas publik lainnya. Kerusakan ini tidak hanya menyisakan trauma mendalam bagi masyarakat, tetapi juga mengganggu aktivitas pendidikan dan pelayanan dasar warga.
Dukungan terhadap tindakan tegas aparat keamanan pun terus mengalir. Wakil Ketua Lembaga Adat Suku Kamoro, Marianus Maiknapeku, menyerukan perdamaian serta mendukung pembangunan pos-pos keamanan di Puncak Jaya. Ia menegaskan bahwa kehadiran TNI dan Polri di wilayah tersebut semata-mata untuk melindungi masyarakat, bukan menjadi ancaman.
“Kami minta saudara-saudara di Puncak Jaya untuk tidak mengorbankan masyarakat sipil, terutama anak-anak yang sedang menempuh pendidikan. TNI dan Polri hadir untuk mengayomi, menjaga keamanan, dan memastikan keutuhan NKRI,” tegas Marianus.
Ia menambahkan bahwa perjuangan tidak semestinya mengorbankan rakyat, terutama generasi muda yang membutuhkan pendidikan dan akses kesehatan. Dirinya mendukung langkah tegas pemerintah dan menilai bahwa tidak boleh ada kompromi terhadap aksi kriminal yang dilakukan kelompok separatis.
“Negara ini adalah NKRI, dan Papua bagian dari NKRI. Pos keamanan harus dibangun dan tidak boleh ada kompromi,” pungkas Marianus.
Situasi ini menegaskan perlunya pendekatan keamanan yang tegas namun tetap mengedepankan perlindungan masyarakat sipil. Pemerintah dan aparat harus segera mengendalikan keadaan, demi mencegah meluasnya kekacauan yang dapat mengancam keutuhan negara dan keselamatan warga Papua.