Oleh : Dirandra Falguni )*
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menghadirkan solusi nyata atas permasalahan kepemilikan rumah bagi kelompok buruh di Indonesia. Melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), negara hadir secara konkret dengan menyediakan rumah subsidi yang terjangkau dan layak huni bagi para pekerja, termasuk buruh di sektor formal maupun informal. Salah satu langkah nyatanya adalah penyerahan kunci 100 unit rumah subsidi kepada kelompok buruh yang akan dilaksanakan bertepatan dengan Hari Buruh, 1 Mei 2025.
Penyerahan 100 unit rumah subsidi tersebut merupakan bagian dari alokasi besar pemerintah melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), yang secara keseluruhan menargetkan penyediaan 20.000 unit rumah subsidi khusus untuk buruh. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri PKP, Maruarar Sirait dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah menandai dimulainya program tersebut.
Hari Buruh merupakan momentum tepat untuk menunjukkan bahwa negara hadir bagi buruh. Kita sepakati 1 Mei untuk serah terima kunci 100 rumah. Ini jadi simbol keberpihakan negara kepada masyarakat.
Penyerahan unit rumah akan dilaksanakan di beberapa titik di sekitar Jakarta, dan telah mendapatkan dukungan dari PT Bank Tabungan Negara (BTN) yang menyanggupi pengucuran dana program perumahan tersebut dalam kurun waktu tiga minggu. BTN menjadi mitra penting dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang menjamin bunga tetap dan tenor panjang, sehingga cicilan tetap terjangkau oleh kalangan buruh dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menegaskan bahwa pemerintah akan menggunakan data dari serikat buruh untuk memastikan penyaluran rumah subsidi ini tepat sasaran. Dari data yang tersedia, terdapat 21 konfederasi dan 190 federasi buruh yang menjadi perhatian pemerintah dalam proses verifikasi.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) turut ambil bagian dalam mendukung ketepatan sasaran program ini melalui pemanfaatan data tunggal sosial ekonomi nasional. Deputi BPS, Amalia, mengatakan bahwa seluruh data penerima akan dicocokkan untuk memastikan hanya buruh yang belum memiliki rumah pertama yang bisa memperoleh fasilitas subsidi tersebut. Pihaknya akan melakukan rekonsiliasi data agar program ini benar-benar menyasar mereka yang paling membutuhkan.
Program perumahan untuk buruh ini merupakan bagian dari kebijakan besar pemerintah untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Deputi Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, Sid Herdikusuma, mengatakan bahwa harga rumah cenderung naik dari waktu ke waktu, sehingga pemerintah hadir dengan solusi pembiayaan yang inklusif. Menurutnya, masyarakat seringkali kesulitan karena keterbatasan uang muka atau bunga KPR yang fluktuatif. Lewat FLPP dan Tapera, kami hadir dengan bunga tetap dan tenor panjang.
Melalui FLPP, masyarakat bisa mendapatkan rumah dengan bunga tetap 5 persen selama 20 tahun, dengan skema pembiayaan yang terdiri dari 75 persen dana pemerintah dan 25 persen dari bank. Sementara itu, program subsidi dari BP Tapera menawarkan tenor lebih panjang hingga 30 tahun dengan bunga tetap 5 persen, bersumber dari simpanan peserta.
Department Head SMD BTN, Heri Rijadi, menyebutkan bahwa program ini bukan hanya untuk buruh, tetapi juga terbuka untuk berbagai profesi lain seperti pekerja media, guru, tenaga kesehatan, hingga nelayan dan petani, selama memenuhi syarat belum memiliki rumah dan berpenghasilan maksimal Rp14 juta per bulan (untuk yang berkeluarga di Jabodetabek). KPR subsidi ini adalah bentuk keberpihakan nyata negara kepada kelompok yang selama ini sulit mengakses pembiayaan komersial.
Tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan total 220.000 unit rumah subsidi melalui skema FLPP dengan nilai pembiayaan mencapai Rp28,2 triliun. Tak hanya untuk buruh, alokasi ini juga mencakup berbagai kelompok masyarakat lain seperti tenaga pendidik (20.000 unit), anggota POLRI (14.500 unit), TNI (5.760 unit), tenaga kesehatan (30.000 unit), pekerja migran (20.000 unit), serta asisten rumah tangga (1.000 unit).
Bahkan, kelompok non-fixed income seperti nelayan, petani, pengemudi transportasi online, dan buruh informal masing-masing mendapat alokasi 20.000 unit rumah subsidi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak membedakan latar belakang profesi, asalkan masyarakat memenuhi kriteria sebagai MBR dan belum memiliki rumah.
Sementara itu, pemerintah tengah menjajaki kerja sama dengan Kementerian BUMN, terutama terkait pemanfaatan aset milik negara seperti milik PT Kereta Api Indonesia, Pelindo, dan Perumnas untuk dijadikan kawasan perumahan rakyat. Pihaknya berharap sinergi dengan Kementerian BUMN bisa mempercepat realisasi pembangunan rumah subsidi. Aset negara harus digunakan untuk rakyat, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Langkah-langkah konkret pemerintah ini menunjukkan keseriusan dalam menjawab kebutuhan dasar masyarakat akan hunian. Kehadiran negara bukan lagi sekadar janji, tetapi direalisasikan melalui alokasi anggaran, kebijakan subsidi yang adil, serta sinergi antar kementerian dan lembaga.
Penyaluran rumah subsidi yang menyasar buruh adalah bentuk nyata bahwa kelompok pekerja menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Program ini juga selaras dengan prinsip keadilan sosial dalam mewujudkan pemerataan akses terhadap perumahan, serta meningkatkan kualitas hidup rakyat secara menyeluruh.
Dengan langkah cepat, terukur, dan kolaboratif, pemerintah memastikan bahwa mimpi buruh untuk memiliki rumah sendiri bukan lagi sekadar angan—tetapi menjadi kenyataan yang dapat dirasakan pada Hari Buruh tahun ini.
)* Kontributor Beritakapuas.com