Program MBG Buka Lapangan Kerja dan Gerakkan Perekonomian Nasional

  • Share

Oleh: Dhita Karuniawati )*

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi salah satu inisiatif strategis pemerintah yang tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan dan gizi masyarakat, tetapi juga memiliki dampak signifikan terhadap pembukaan lapangan kerja dan penggerakan perekonomian nasional. Melalui pendekatan terintegrasi antara sektor pendidikan, kesehatan, pertanian, dan industri makanan, program ini menjadi solusi multidimensional yang menyentuh berbagai aspek pembangunan bangsa.

banner 336x280

Masalah gizi buruk, stunting, dan ketimpangan akses terhadap makanan bergizi masih menjadi tantangan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Program MBG hadir sebagai jawaban atas kondisi ini dengan menyediakan makanan bergizi secara gratis, terutama bagi anak-anak sekolah dasar dan menengah, ibu hamil, serta kelompok masyarakat rentan lainnya.

Namun, program ini bukan sekadar program sosial. Di balik distribusi makanan bergizi gratis, terdapat potensi ekonomi besar yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi motor penggerak perekonomian lokal dan nasional.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli siap mendukung penuh program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dukungan tersebut ditandai dengan penandatangan nota kesepahaman antara Yassierli dengan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tentang tentang Sinergi ‘Program Bidang Ketenagakerjaan dalam Pemenuhan Gizi Nasional’ di kantor Kemnaker Jakarta, pada 14 April 2025.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan bahwa Kemnaker tentu siap berkomitmen untuk mendukung MBG karena prospek program MBG mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar.

Yassierli berharap sinergi ini dapat memperkuat agenda pembangunan ketenagakerjaan yang inklusif, responsif terhadap isu gizi, serta mendukung terciptanya tenaga kerja sehat, produktif, dan kompetitif.

Berbagai fasilitas seperti Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) dan Balai Pengembangan Kesempatan dan Perluasan Kerja (BPPK) maupun Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas dapat dimanfaatkan sebagai pusat edukasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Yassierli mengatakan Kemnaker memiliki fasilitas balai-balai yang dapat mendukung pelatihan dan sertifikasi tenaga-tenaga yang terlibat. Pihaknya yakin MBG akan berjalan sukses apabila didukung oleh personal yang memiliki kompetensi standar.

Program MBG menciptakan efek domino yang besar terhadap lapangan kerja, mulai dari sektor pertanian, peternakan, perikanan, logistik, hingga industri makanan olahan dan jasa boga. Beberapa sektor yang terdampak langsung yakni petani dan peternak Lokal; UMKM dan industri pangan; transportasi dan logistik; serta tenaga kerja di sektor pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, program MBG menjadi semacam “proyek padat karya” nasional yang melibatkan ribuan hingga jutaan tenaga kerja, terutama di wilayah pedesaan dan kota-kota kecil.

Sementara itu, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan MBG merupakan program investasi sumber daya manusia (SDM) terbesar pemerintah, yang memerlukan dukungan tenaga kerja yang massif. Dengan target 30 ribu SPPG di seluruh Indonesia, MBG diperkirakan mampu menyerap atau menciptakan 1,5 juta lapangan pekerja langsung di sektor penyediaan makanan bergizi.

Dadan menjelaskan setiap SPPG itu ada tiga pegawai badan fungsional yakni kepala satuan pelayanan (satpel) pemenuhan gizi, ahli gizi dan ahli akuntansi serta para relawan bertugas memasak, memotong, membersihkan dengan total yang bekerja langsung 50 orang.

Hingga April 2025 terdapat 1.072 SPPG. Artinya sudah ada 1.072 kepala SPPG, 1072 ahli gizi, 1072 ahli akuntansi yang sudah beroperasi.

Dadan mengatakan dampak MBG ini banyak ibu rumah tangga (40-45 tahun) yang sebelumnya tidak berpenghasilan kini bisa memperoleh gaji Rp 2 juta per bulan dengan bekerja di SPPG.

Dadan meyakini keberadaan SPPG di seluruh Indonesia juga mampu menciptakan 15 wirausaha baru di sektor pangan, mulai dari pemasok daging, telur, aneka buah-buahan, sayur, tepung, dan susu. Termasuk pengelola minyak jelantah dan limbah/sampah organik.

Senada, Anggota Komisi IX DPR RI, Zainul Munasichin, mengatakan bahwa pembangunan dan operasional dapur MBG membutuhkan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi angka pengangguran di daerah tersebut. Setiap dapur MBG memerlukan minimal 47 tenaga kerja, termasuk ahli masak, tenaga distribusi, dan tenaga kebersihan.

Salah satu keunggulan program MBG adalah kemampuannya untuk memberdayakan ekonomi lokal. Pemerintah mendorong keterlibatan koperasi petani, kelompok wanita tani, dan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sebagai penyedia bahan makanan maupun pengelola katering lokal. Dengan demikian, uang yang berputar dari program ini sebagian besar akan tetap berada di daerah, memperkuat ekonomi lokal, dan mendorong kemandirian masyarakat desa.

Gizi yang baik adalah fondasi dari sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Dengan memberikan akses makanan bergizi sejak dini, program MBG tidak hanya mencegah stunting dan gizi buruk, tetapi juga mempersiapkan generasi muda yang lebih siap bersaing di masa depan. Peningkatan kualitas SDM ini berkontribusi langsung pada produktivitas nasional dan potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya soal mengenyangkan perut, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi bangsa. Dengan pendekatan yang tepat, MBG dapat menjadi motor penggerak pembangunan berkelanjutan yakni membuka lapangan kerja, mengurangi ketimpangan, dan membangun generasi masa depan yang sehat serta berdaya saing.

Investasi dalam gizi adalah investasi dalam masa depan bangsa. Dan melalui program MBG, Indonesia menunjukkan bahwa keberpihakan kepada rakyat kecil dapat berjalan seiring dengan penguatan ekonomi nasional.

*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

  • Share