Program MBG Serap 40.000 Tenaga Kerja dan Gerakkan Perekonomian

  • Share

*) Oleh : Hendra Setiawan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu program unggulan yang tak hanya menargetkan pemenuhan gizi pelajar, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam menciptakan lapangan kerja. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, implementasi awal program ini diperkirakan menyerap sekitar 40.000 tenaga kerja di berbagai sektor terkait, mulai dari produksi bahan pangan, distribusi logistik, hingga tenaga pelaksana di lapangan seperti juru masak dan penyedia layanan katering lokal. Angka ini menunjukkan bahwa program MBG bukan hanya soal asupan nutrisi, tetapi juga menjadi lokomotif penggerak ekonomi nasional dari level paling dasar.

banner 336x280

Anggota Komisi IX DPR RI, Cellica Nurrachadiana mengatakan program MBG dirancang untuk menjangkau jutaan pelajar di seluruh Indonesia, khususnya di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam pelaksanaannya, setiap siswa akan mendapatkan satu kali makan bergizi setiap hari sekolah. Skema ini secara otomatis menciptakan permintaan besar terhadap komoditas pangan lokal, seperti beras, sayuran, buah-buahan, dan protein hewani. Permintaan yang tinggi tersebut membuka peluang baru bagi para petani, nelayan, peternak, dan pelaku usaha mikro di sektor pangan untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Bahkan, koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di sejumlah daerah mulai dilibatkan untuk memastikan rantai pasok tetap berjalan lancar dan berbasis kearifan lokal.

Dampak positif lainnya terlihat dari penguatan rantai pasok logistik yang semakin terintegrasi. Kegiatan pengadaan bahan makanan dan distribusinya ke ribuan sekolah memerlukan sistem transportasi yang efisien. Hal ini membuka peluang kerja bagi ribuan sopir, pengelola gudang, dan pekerja logistik lainnya. Perusahaan penyedia layanan logistik lokal pun mendapatkan kontrak jangka panjang untuk pengantaran makanan, yang turut mendongkrak keberlangsungan usaha mereka. Dalam jangka panjang, penguatan sektor logistik ini akan mendukung efisiensi distribusi komoditas lainnya di luar program MBG.

Di sisi lain, sektor jasa boga dan katering juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Banyak penyedia jasa katering lokal yang sebelumnya hanya melayani skala kecil, kini mendapatkan peluang untuk ekspansi usaha karena adanya permintaan rutin dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan makan pelajar. Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Dedek Prayudi mengatakan program MBG memberi peluang bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) untuk naik kelas dengan memperbaiki sistem produksi, kualitas makanan, dan efisiensi pelayanan. Tidak hanya itu, tenaga kerja perempuan juga mendapatkan peluang kerja tambahan sebagai juru masak, pengemas, hingga petugas kebersihan dalam sistem katering sekolah.

Pemerintah juga mendorong penggunaan produk lokal dalam pengadaan bahan makanan untuk MBG. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah di daerah penghasil, serta memperkuat ketahanan pangan nasional. Dengan menargetkan pembelian dari petani dan produsen lokal, program ini secara langsung menyuntikkan dana ke ekonomi desa. Dampaknya sangat terasa terutama di wilayah terpencil, di mana program ini menjadi penyambung antara produsen pangan dengan konsumen massal. Perputaran ekonomi lokal meningkat, dan pelaku usaha desa memiliki kepastian pasar yang lebih stabil.

Dalam konteks pembangunan ekonomi berkelanjutan, program MBG juga membuka peluang besar untuk pengembangan sistem pertanian terpadu. Misalnya, dengan meningkatnya permintaan terhadap sayur dan protein hewani, pemerintah daerah mulai menggagas pengembangan lahan pertanian organik dan peternakan rakyat yang disesuaikan dengan kebutuhan gizi siswa. Kolaborasi lintas sektor pun mulai terbangun antara dinas pendidikan, dinas ketahanan pangan, serta dinas koperasi dan UMKM. Ini menunjukkan bahwa MBG bukanlah program sektoral semata, melainkan terintegrasi dalam mendorong pembangunan sosial-ekonomi masyarakat.

Selain berdampak pada tenaga kerja dan ekonomi lokal, program MBG juga dinilai dapat menjadi alat penguatan data kependudukan dan pelayanan publik. Dalam pelaksanaannya, setiap siswa penerima makanan bergizi tercatat dalam sistem digital yang dikelola pemerintah. Data ini bukan hanya memantau efektivitas distribusi makanan, tetapi juga menjadi pintu masuk untuk intervensi kebijakan kesehatan anak, deteksi stunting, hingga penyusunan anggaran daerah berbasis kebutuhan riil. Oleh karena itu, MBG juga dianggap sebagai program strategis yang mampu mendorong tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan berbasis data.

Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hidayat menjelaskan semua capaian tersebut, program Makan Bergizi Gratis tidak hanya menjawab tantangan gizi buruk dan stunting, tetapi juga menjadi pengungkit ekonomi masyarakat. Serapan tenaga kerja sebanyak 40.000 orang di fase awal program adalah angka yang menjanjikan, dan masih akan bertambah seiring dengan perluasan wilayah implementasi. Jika dikawal dengan baik, program ini akan menjadi bukti nyata bahwa intervensi sosial dapat dirancang sedemikian rupa untuk menghasilkan efek ganda: perbaikan kesehatan generasi muda sekaligus kebangkitan ekonomi rakyat. Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan menjaga kualitas implementasi, transparansi anggaran, dan kesinambungan program di masa depan.

*) Penulis merupakan mahasiswa Pascasarjana yang tinggal di Depok

  • Share