Jakarta, jurnalredaksi–Beberapa waktu terakhir, Timor Leste dan China terus jadi perbincangan publik.Bagaimana tidak, sebanyak 4.000 masyarakat China pindah ke Timor Leste. Kini, terkuak alasan 4.000 masyarakat China pindah ke Timor Leste. Karena cukup banyak warga negara China menetap di negara kecil itu.
Salah satu negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Timor Leste adalah China. Tak disangka, China rupanya juga menyediakan banyak biaya pembangunan bagi Timor Leste. Selain memberikan pinjaman utang dalam proyek Tasi Mane, diketahui ada 4.000 orang China yang menetap di Timor Leste.
Warga asal China tersebut mendirikan basis ekonomi, mulai dari skala kecil hingga besar. Di Plaza Timor, nyaris semua toko dan tempat perbelanjaan dimiliki oleh orang Tionghoa. Salah satu pedagangnya bernama Ma Liyu, seorang wanita yang mengaku berasal dari kota Ningde di Provinsi Fujian, China. Ma Liyu datang jauh-jauh ke Timor Leste untuk berdagang daun teh dan aksesoris handphone.
Ia memutuskan pindah sejak 11 tahun yang lalu. Lantaran, ia mendengar kabar akan sangat mudah untuk menghasilkan uang di negara Timor Leste.
Tetu saja prosesnya tidak mudah, Ma Liyu menuturkan, dirinya sempat ditipu oleh imigran China lainnya dan harus kehilangan tabungannya sebanyak 70.000 dollar AS (Rp 100 juta kurs 2021). Menurut Ma, ada banyak persaingan yang terjadi di Timor Leste antara orang-orang dari China. Namun mereka menuturkan, lebih enak tinggal di Timor Leste.
Mica Barreto Soares, seorang peneliti tentang hubungan China-Timor-Leste dan kontributor Routledge Handbook of Contemporary Timor-Leste 2019 mengungkap penelitiannya. Ia memperkirakan, sekitar 4.000 Migran China tinggal di negara itu pada 2019. Mereka telah mendirikan 300 hingga 400 perusahaan bisnis. Ini termasuk menjual barang-barang murah dan bahan bangunan, serta menjalankan restoran, hotel, rumah bordil, warung internet, dan pompa bensin, tulisnya.
Namun, Kedutaan Besar China di Dili tidak pernah merilis angka tentang berapa banyak warganya yang berada di Timor Leste. Bahkan, banyak yang mungkin tidak mendaftarkan kehadiran mereka di kedutaan atau memperpanjang visa mereka. Sehingga, sulit untuk menentukan jumlah pastinya.
Graeme Smith, seorang peneliti di Departemen Urusan Pasifik dari Universitas Nasional Australia dan pembawa acara The Little Red Podcast, yang menangani urusan China juga mengungkap penelitiannya. Bahkan, banyak yang mungkin tidak mendaftarkan kehadiran mereka di kedutaan atau memperpanjang visa mereka. Sehingga, sulit untuk menentukan jumlah pastinya.
(CA/AA)