Jakarta, jurnalredaksi– Kelompok Separatis dan Teroris (KST) adalah sumber konflik di Papua. Masyarakat diminta untuk mewaspadai provokasi gerombolan tersebut yang dapat mengganggu kebijakan kesejahteraan untuk Papua.
Di awal tahun 2022, Pemerintah terus berusaha maksimal dalam membangun Papua. Berbagai upaya tersebut diantaranya dengan meneruskan pembangunan dan menjaga stabilitas perdamaian untuk Papua. Namun demikian, aksi tersebut ternyata banyak diganggu KST.
KST ini dinilai beroperasi sangat rapi, sehingga TNI-Polri perlu waspada juga berhati-hati. Layaknya jamur yang tumbuh subur dikala hujan, kelompok separatis yang telah ditetapkan sebagai teroris ini juga berada di hampir seluruh penjuru Papua. Tempatnya berpindah-pindah termasuk memiliki persediaan amunisi untuk bertempur.
Yang mengkhawatirkan ialah, upaya provokasi mereka yang begitu kencang. Pengaruh-pengaruh serta doktrin yang salah dari mereka ternyata cukup didengar oleh masyarakat. Kendati tidak semuanya terprovokasi, namun kewaspadaan akan hal ini tentu harus diprioritaskan. Sehingga, kemungkinan jatuhnya korban akibat konflik ini mampu diminimalkan.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan akan mengedepankan pendekatan secara humanis, untuk menangani konflik di wilayah Papua. Segenap jajarannya juga telah menyetujui kebijakan tersebut. Kendati belum ada instruksi dari beliau, TNI tetap akan melaksanakan kebijakan yang dinilai tepat tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, Kolonel Aqsha Erlangga yang mengampu Kapendam (Kepala Penerangan Kodam) XVII Cenderawasih juga mengutarakan hal yang sama. Menyusul adanya momen pengibaran bendera bintang fajar yang dilakukan disejumlah titik.
Aqsha mengimbau kepada para saudara-saudara yang termasuk dalam kelompok kriminal bersenjata, untuk dapat berpikir dengan jernih. Apalagi tindakan yang dilancarkan KST tersebut dinilai menyulitkan rakyat Papua. Utamanya ialah menghalangi langkah rakyat Papua untuk maju, hingga menjalankan roda kehidupannya dengan lebih baik, nyaman serta aman.
Dirinya juga mengajak kelompok KST tersebut bersama-sama dengan pemerintah provinsi untuk mendongkrak kesejahteraan masyarakat setempat. Pun dengan pemerintah pusat yang dinilai selalu berupaya meningkatkan kesejahteraan serta pembangunan demi mengatasi permasalahan yang mendera Papua.
Pasukan dengan pentolan bernama Undius Kogeya dinilai terus menebar provokasi. Hingga puncaknya mengibarkan bendera bintang kejora di wilayah Intan Jaya. Bahkan, pengibaran bendera ini bersamaan dengan momentum pergantian tahun. Bahkan, tembakan peringatan dilakukan demi mengundang TNI-Polri untuk berperang kembali di 2022.
Pengibaran bendera bintang kejora ini kabarnya dilakukan di 6 wilayah Papua. Setidaknya ada laporan pengibaran bendera ini di 6 kabupaten kota. Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Kombes Ahmad Musthofa Kamal selaku Kabid Humas Polda Papua. Kamal merincikan jika keenam wilayah tersebut ialah, kabupaten Puncak, Pegunungan Bintang, Intan Jaya, Deiyai, Memberamo Tengah hingga Kota Jayapura. Kasus ini juga telah berada dalam penyelidikan aparat kepolisian setempat.
Dirinya belum dapat memastikan jumlah masyarakat Papua yang ditangkap akibat prosesi tersebut. Namun, ada sekitar delapan orang pemuda Papua yang telah ditangkap di GOR Cenderawasih, Jayapura. Kendati demikian, Kamal memastikan situasi akan tetap kondusif. Sebab, pengibaran ini tidak menimbulkan kerusuhan.
Perlu diketahui jika bendera bintang kejora tersebut dipakai untuk wilayah Nugini Belanda pada 1 Desember 1961 sampai 1 Oktober 1962. Saat itu wilayah tersebut masih dibawah pemerintahan PBB. Namun, kini bendera tersebut dipergunakan oleh OPM. Bahkan, OPM ini secara rutin merayakan kemerdekaan Papua setiap 1 Desember. Karena mereka ingin sekali memisahkan diri dari NKRI.
Kendati upaya-Upaya provokasi ini begitu nyata dan terus menerus dilakukan, TNI-Polri juga tidak lengah ataupun menyerah. Pasukan ini juga mengatakan tetap siap mengamankan wilayah Papua agar tetap aman dan kondusif segenap jiwa raga mereka. Terlebih, kebijakan dengan menghilangkan kekerasan dalam upaya pendekatan ini telah diresmikan dan akan dijalankan.
Ditambah lagi, para pemuka agama hingga aktivis universitas juga ikut turun tangan demi suksesnya misi perdamaian di Papua. Kolaborasi ini diharapkan mampu melancarkan upaya pendekatan secara humanis, dimana mampu menciptakan efek kedekatan antara masyarakat dan TNI-Polri. Sehingga, akan lebih mudah dan efisien demi tercapainya tujuan perdamaian ini.
Akhirnya, upaya ini pastinya akan berhasil dengan kerjasama seluruh pihak. Bukan hanya dari Pemerintah, TNI-Polri namun juga seluruh elemen masyarakat Indonesia. Karena, Papua juga bagian dari NKRI yang wajib diperjuangkan hingga nanti.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo
(TG/AA)