Jakarta, jurnalredaksi– Masyarakat mengapresiasi pendekatan kesejahteraan dalam rangka meredam konflik di Papua. Dengan adanya strategi baru tersebut, maka permasalahan Papua diharapkan dapat segera tuntas.
Dalam mengelola wilayah di sebuah negara tentulah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Wilayah satu dengan lainnya pun juga memiliki ciri khas hingga penduduk yang berbeda pula. Hal ini pulalah yang terjadi di Indonesia, khususnya Papua.
Wilayah paling timur ini terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Kearifan lokal hingga penduduknya juga memiliki karakteristik yang unik. Wilayah Papua sendiri sebetulnya cukup berkembang. Sektor-sektor pembangunan yang didongkrak oleh pemerintah juga dinilai telah memenuhi syarat.
Sektor lainnya pun juga cukup baik, masalahnya hingga kini ialah konflik yang terjadi di Papua. Oknum-oknum tertentu seperti OPM atau KST ngotot untuk membawa Papua untuk merdeka dari NKRI. Akibatnya provokasi, serangan-serangan hingga intimidasi kerap terjadi di Bumi Cenderawasih tersebut.
Serangan-serangan ini tentunya menimbulkan dampak atau damage yang beragam. Seperti perang saudara, traumatik, bahkan dampak lain yang lebih buruk. Permasalahan tersebut tentunya membuat pemerintah tidak tinggal diam. Beragam upaya dilakukan demi merecovery tanah Papua. Yang mana juga layaknya bagian tubuh rakyat Indonesia.
Pendekatan demi pendekatan dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari pengerahan pasukan militer di daerah konflik hingga pendekatan secara sosial. Bukan tak membuahkan hasil, namun OPM tampaknya enggan menyerah. Sebagai puncak perlawanan kelompok ini ialah dilibatkannya bendera bintang fajar di penghujung tahun 2021. Bahkan, terang-terangan kelompok ini juga menantang TNI-Polri untuk melanjutkan perang di tahun 2022.
Namun, ternyata pemerintah bakal tinggalkan pendekatan militer di Papua ini. Dengan Lebih mengutamakan pendekatan kesejahteraan. Menyusul pernyataan Kepala Staff Kepresidenan Moeldoko yang memaparkan rencana untuk mengutamakan pendekatan kesejahteraan ketimbang kemiliteran untuk menangani konflik di Papua.
Dirinya mengurai jika pendekatan kesejahteraan ini dirasa mampu meredam gejolak. Hal tersebut makin ditegaskan Moeldoko ketika bertemu dengan Dubes Selandia Baru bagi Indonesia, yakni Kevin Burnett. Moeldoko juga mengemukakan bahwasanya konflik di Papua tidak dapat dirampungkan dengan upaya militer.
Maka dari itu, pemerintah kini ingin makin fokus untuk mengatasi masalah yang lebih dasar dan utama. Diantaranya ialah kesehatan, kemiskinan juga terkait pendidikan. Akan tetapi, upaya pemerintah mengatasi Papua tersebut mengalami gangguan dari kelompok Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua. Gerombolan tersebut seringkali menyerang fasilitas seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan menargetkan para guru juga tenaga media.
Fakta tersebut tentu saja tidak dapat diabaikan. Oleh sebab itu, Moeldoko mengklaim jika penambahan pasukan di Papua bukan untuk operasi militer. Namun, kekuatan militer hanya akan dilakukan di Papua dengan misi pengamanan daerah perbatasan.
Pihak Mabes Polri turut mengaminkan jika Satuan Tugas Nemangkawi bakal menggeser wilayah operasi, dengan teknik pendekatan yang berbeda mulai tahun 2022 ini. Tindakan tersebut diputuskan setelah Polri melakukan sejumlah evaluasi atas status operasi Satgas Nemangkawi di Papua.
Terkait hal tersebut, satgas Nemangkawi akan melakukan upaya-upaya perbaikan pasca evaluasi. Tentunya, pemerintah juga pihak Polri akan menekan angka kekerasan dengan pendekatan tersebut. Dirinya menyebut tak ingin lagi ada korban kekerasan di Bumi Cenderawasih tersebut.
Kendati pernyataan tersebut telah resmi diumumkan, Polri belum menjawab secara tegas, kapan akan menarik anggota kepolisian non-organiknya tahun ini. Dirinya hanya menyatakan bahwa operasi mendatang, Satgas Nemangkawi bakal dibantu oleh pihak Mabes Polri.
Sebagaimana diketahui, satgas Nemangkawi terdiri dari gabungan TNI-Polri yang bertugas untuk menghadapi kelompok bersenjata di wilayah Papua. Satgas ini disebutkan berada dibawah komando Kapolda Papua serta Pangdam Cenderawasih.
Upaya pendekatan kesejahteraan ini agaknya dirasa pas untuk membangun Papua. Memang benar, masalah paling dasar yang dihadapi wilayah yang kaya dengan hasil alam ini ialah, kemiskinan, kesehatan hingga pendidikan.
Harapannya, jika kesejahteraan Papua meningkat oknum-oknum berhaluan kiri akan lebih sulit memprovokasi mereka. Akibatnya, kondisi rakyat Papua semakin kokoh, semakin cerdas dan teredukasi. Sehingga makin sadar jika mereka akan lebih baik tetap dengan NKRI dan bukan bersama OPM yang justru menimbulkan banyak kekacauan. Maka dari itu, upaya ini harus diapresiasi, didukung hingga dikawal pelaksanaannya. Agar semua sesuai dengan tujuan menyejahterakan rakyat Papua secara menyeluruh.
)* Penulis adalah mahasiswa IISIP Jakarta
(TP/AA)