Megawati Tidak Setuju Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

  • Share

Jakarta, jurnalredaksi– Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Sukarnoputri tidak setuju dengan ide perpanjangan masa jabatan presiden. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, dalam diskusi di sebuah stasiun televisi.

“Ibu Megawati patuh pada konstitusi,” kata Hasto dikutip pada Rabu (12/1).  Hasto menuturkan bahwa putri mendiang Presiden Soekarno itu konsisten dengan aturan masa jabatan presiden sebanyak dua periode sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Menurutnya, itu mekanisme secara periodik yang dijalankan sebagai perintah konstitusi.

banner 336x280

“Jadi memang tidak ada perpanjangan masa jabatan presiden karena konstitusi telah mengatur secara tegas dua periode,” lanjut Hasto. Hasto menuturkan mengatakan sikap itu sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Megawati saat menjabat sebagai presiden. Ketika itu, Megawati melaksanakan pemilihan umum pada 2004 secara demokratis.

Bagi Hasto, itu adalah fundamen dalam transisi kekuasaan pemilu yang selalu disempurnakan tingkat kualitas demokrasinya agar tidak terjadi manipulasi, dan tidak terjadi pengumpulan kekuasaan. Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kalangan pengusaha menginginkan pemilu tahun 2024 diundur.

Hal ini dia sampaikan saat memberikan tanggapan hasil survei Indikator Politik Indonesia terkait masa jabatan Presiden Joko Widodo ditambah menjadi hingga 2027 akibat pandemi covid-19. “Di dunia usaha rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini dalam konteks peralihan kepemimpinan kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan jauh lebih baik,” kata dia. 

Menurut Bahlil, ini karena kalangan pengusaha baru merasa selesai babak belur dengan persoalan kesehatan akibat covud-19. Dalam masa pemulihan tidak ingin diganggu persoalan politik. Di sisi lain, dia melanjutkan, persoalan memajukan dan memundurkan pemilu dalam sejarah bukan sesuatu yang haram dilakukan. Dia mencontohkan saat terjadinya krisis pada 1997-1998.

“Memajukan pemilu atau memundurkan pemilu dalam sejarah bangsa itu bukan sesuatu yang diharamkan juga, karena tahun 1997 kita pemilu kan harusnya 2002, karena kita pemilu lima tahun sekali, tapi kita majukan karena persoalan krisis waktu itu, ya, reformasi,” tegas Bahlil.

(CA/AA)

  • Share