Jakarta, jurnalredaksi– Pemerintah menambah alokasi anggaran subsidi energi bagi masyarakat tahun 2022 menjadi Rp. 134 triliun . Penambahan alokasi anggaran subsidi tersebut diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat.
Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Minreal) Arifin Tasrif mengatakan realisasi subsidi energi, termasuk untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM) dan LPG pada 2021 kemarin tembus hingga Rp. 131,5 triliun.
Realisasi itu naik jika dibanding tahun 2020 yang hanya Rp 110,5 triliun. Kenaikan subsidi dilakukan guna menjaga daya beli masyarakat selama proses pemulihan ekonomi dari tekanan covid-19. Arifin merinci realisasi terbesar subsidi energi terjadi pada pos subsidi BBM dan LPG. Realisasi subsidi itu mencapai Rp 83,7 triliun. Sedangkan subsidi listrik senilai Rp. 47,8 triliun.
Pada kesempatan konferensi pers Kinerja ESDM 2021, Arifin mengatakan, subsidi energi dipertahankan untuk bisa menjaga daya beli masyarakat, terutama dalam rangka pemulihan ekonomi.
Ia menyatakan alokasi subsidi energi untuk tahun depan naik lagi menjadi Rp.134 triliun. Rp. 77,5 triliun di antaranya dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG dan Rp 56,5 triliun untuk listrik.
Pada kesempatan sama, Arifin turut menyampaikan realisasi pendapatan negara bukan Pajak (PNBP) ESDM tahun lalu berhasil tembus Rp. 189, triliun. Itu mencapai 156 persen dari target. PNBP energi terbesar disumbang oleh minyak dan gas (migas) senilai Rp. 103,2 triliun, diikuti minerba sebesar Rp. 75,5 triliun dan komponen lainnya.
Arifin meyebut realisasi investasi di sektor ESDM juga melebihi target atau senilai 28,2 miliar US Dollar pada 2021. Adapun pos terbanyak disumbang oleh migas, listrik, minerba dan EBT secara berturut-turut.
Subsidi energi diperlukan serta menjadi kewajiban sosial ekonomi Pemerintah. Pertumbuhan ekonomi bisa terjamin apabila subsidi tepat sasaran, sebaliknya apabila tidak tepat sasaran maka subsidi menjadi tidak efektif dan tidak dapat terjangkau oleh masyarakat.
Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG) menjadi tugas bersama Pemerintah dan DPR untuk mengubah skema subsidi di masa mendatang agar penerima subsidi menjadi lebih tepat sasaran.
Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), akses masyarakat dalam mendapatkan listrik masih rendah, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T), oleh sebab itu subsidi harus berkeadilan sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat.
Tujuan dari kebijakan subsidi adalah perlindungan sosial masyarakat. Agar Subsidi semakin tepat sasaran, maka skema subsidi perlu diubah dari berbasis komoditas menjadi berbasis penerima manfaat. DPR dan Pemerintah perlu duduk bersama untuk mendiskusikan mekanisme subsidi.
Sebelumnya Anggota Banggar DPR Bobby Adhityo Rizaldi menjelaskan banhwa pihaknya telah menetapkan anggaran program pengelolaan subsidi energi 2022 sebesar Rp. 134 triliun. Besaran itu telah sesuai dengan usulan pemerintah yang tercantum dalam rancangan APBN 2022.
Subsidi BBM dan LPG merupakan komponen dari program pengelolaan subsidi energi, selain subsidi listrik. DPR menetapkan bahwa alokasi subsidi BBM dan LPG 3 kilogram adalah sebesar Rp. 77,5 triliun.
Menurut Bobby, Banggar telah menyepakati bahwa arah kebijakan pada tahun 2022 adalah dengan melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk BBM jenis minyak solar. Lalu, terdapat subsidi dari selisih harga minyak tanah dan LPG tabung 3 Kilogram.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan mengarahkan kebijakan subsidi energi pada tahun 2022 lebih tepat sasaran melalui pelaksanaan kebijakan transformasi subsidi berbasis komoditas menjadi subsidi berbasis penerima manfaat. Dirinya mengatakan, kebijakan akan dilakukan secara bertahap dan berhati-hati dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Selanjutnya, pemerintah juga akan mengkaji agar subsidi solar juga diarahkan menjadi subsidi berbasis orang. Oleh karena itu, evaluasi pelaksanaan kebijakan subsidi solar akan dilakukan, agar sejalan dengan kebijakan subsidi tepat sasaran.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan melakukan upaya penyempurnaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan melakukan verifikasi dan validasi secara reguler dan mendorong pembangunan sistem yang terintegrasi dengan data sasaran penerima subsidi.
Daya beli masyarakat merupakan salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan perekonomian bangsa, daya beli juga menjadi salah satu perhatian pemerintah untuk mengambil kebijakan fiskal yang tepat dan terukur.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(RP/AA)