Jakarta, jurnalredaksi– Daerah Istimewa Aceh memiliki banyak potensi sumber daya alam, di antaranya hasil bumi seperti kopi dan minyak atsiri. Pemerintah pun berkomitmen untuk meningkatkan perekonomian di Aceh jauh lebih baik agar rakyatnya makin makmur.
Aceh adalah provinsi yang memiliki status daerah istimewa dan seperti di Papua, mendapat dana otonomi khusus. Dana ini untuk pembangunan di sana, khususnya infrastruktur dan perekonomian. Diharap dengan uang ini maka masyarakatnya akan hidup lebih sejahtera.
Selama ini di Aceh masih ada ketimpangan dan pemerintah berusaha agar semua rakyatnya hidup makmur. Setelah diselidiki, ternyata kebanyakan di sana pekerjaannya masih di bidang pertanian dan perdagangan. Dari kedua bidang ini sebenarnya bisa diolah sehingga ditingkatkan lagi agar petani dan pedagang memiliki pendapatan yang jauh lebih banyak.
Petani di Aceh (yang rata-rata petani kopi) belum meningkat perekonomiannya, karena bisa jadi mereka masih memakai cara-cara tradisional. Oleh karena itu di sinilah peranan pemerintah sangat penting untuk membuat pelatihan dan bimbingan, misalnya memprediksi musim sehingga tidak terjadi gagal panen, memberikan bantuan alat pertanian modern, memberikan workshop marketing online, dll.
Para petani juga perlu diberi pelatihan untuk pengolahan kopi agar kualitasnya baik, bahkan bisa menembus pasar ekspor.Jika petani bisa mempraktikannya maka kita optimis perekonomian lokal di Aceh akan naik dan masyarakatnya bisa hidup dengan lebih sejahtera. Semua orang harus mengikuti zaman dan di era digital tidak bisa hanya menjual kopi ke pasar lokal, karena ada banyak peluang untuk ekspor melalui marketplace internasional.
Muhammad Iqbal STP, MM, Kepala Sub Bidang Pengembangan Industri, Perdagangan, dan Pariwisata Bappeda Aceh, menyatakan bahwa dibutuhkan industri manufaktur di tanah rencong. Tujuannya agar mengurangi pengangguran dan memakmurkan rakyat. Industri manufaktur amat pas karena rata-rata padat karya alias membutuhkan banyak pegawai.
Iqbal melanjutkan, sebenarnya ada potensi di Aceh selain kopi yakni minyak atsiri. Diharap ada industri manufaktur yang mengolahnya secara modern sehingga minyak atsiri buatan Aceh bisa menasional bahkan menembus pasar internasional. Pembangunan pabrik manufaktur tersebut bisa dengan bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah.
Saat ini di Aceh sedang digalakkan wisata halal, yang diprakarsai oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Dengan program ini maka diharap akan banyak turis lokal maupun mancanegara yang mau melancong ke Aceh, karena masih banyak potensi alam yang bisa digali. Di antaranya Taman Nasional Gunung Leuser, Pantai Lhoknga, dan Pulau Rubia.
Ada juga objek wisata lain yang bisa dikunjungi oleh turis muslim, misalnya di Masjid raya Baiturrahman dan Museum Tsunami. Di beberapa tempat tersebut sudah ‘menjual’ dan mampu menarik minat para traveler. Ketika ada banyak turis maka otomatis meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Masyarakat Aceh juga kecipratan rezeki karena mereka bisa berjualan suvenir dan makanan kepada para turis.
Perkebunan kopi dan pengolahan minyak atsiri juga bisa dijadikan objek wisata baru, karena rata-rata traveler penasaran, seperti apa biji kopi segar dan bagaimana cara pengolahannya, juga ingin tahu minyak atsiri yang asli seperti apa? Hal ini akan membuat turis baru ingin mengunjungi Aceh, karena ada wisata halal dan juga wisata ke kebun yang tidak ada di tempat lain.
Perekonomian lokal di Aceh akan ditingkatkan oleh pemerintah, baik dengan pemberian dana otonomi khusus dan pembangunan pabrik manufaktur. Para petani kopi juga bisa diberi arahan sehingga menjadi petani modern yang profesional dan menghasilkan biji kopi yang bisa diekspor.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(CM/AA)