Jakarta, jurnalredaksi– Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) sudah diberlakukan dan masyarakat menyambut positif hal tersebut. Selain bentuk akomodasi terhadap aspirasi warga, UU Otsus diyakini merupakan cara negara untuk mengangkat harkat dan martabat rakyat Papua.
Otonomi khusus adalah keistimewaan yang diberikan untuk rakyat Papua, karena mereka mendapatkan dana Otsus yang nominalnya sangat besar. Uang itu untuk membangun Bumi Cendrawasih, agar lebih modern fasilitasnya dan tak kalah dengan provinsi lain. Otsus dimulai tahun 2001 lalu dan diperpanjang pada tahun 2021, dan seluruh rakyat Papua menyetujuinya karena kehidupan mereka jadi lebih baik berkat adanya Otsus.
Untuk makin menguatkan program otonomi khusus maka dibuatlah UU Otsus sebagai payung hukum. Tujuannya agar ia berjalan dengan lancar walau presidennya ganti. Selain itu, payung hukum juga diperlukan agar program ini ditaati oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. UU Otsus juga mengangkat martabat orang Papua karena hanya mereka yang boleh menjadi gubernur, wagub, walikota, dan wakilnya.
Saat mas orde lama dan orde baru, gubernur Papua bukan orang asli Papua dan biasanya adalah seorang purnawirawan. Akan tetapi jika ada aturan bahwa pemimpin harus orang Papua asli, maka rakyat senang karena merasa dihormati dan martabatnya ditinggikan oleh pemerintah.
Senator Papua Barat Filep Wamafma menyatakan bahwa ada poin penting dalam pasal 2 UU nomer 76 tahun 2021 alias UU Otsus. Pertama, pemekaran daerah dilakukan atas persetujuan DPR Papua dan Majelis rakyat Papua. Meski pemekaran wilayah belum dimulai tetapi persiapannya harus benar-benar matang. Tak hanya melihat kesiapan dananya tetapi juga kulturalnya.
Dalam artian, suara orang asli Papua didengarkan dan mereka berhak menentukan nanti bagaimana pemekaran daerah di Bumi Cendrawasih, menjadi 5 atau 6 provinsi. Pengaturan tidak 100% dilakukan oleh pemerintah pusat karena MRP dan DPRP yang mengetahui seluk-beluknya. Hal ini menunjukkan bahwa harkat orang Papua dinaikkan oleh pemerintah karena mereka diberi hak untuk mengatur daerahnya sendiri.
Filep menambahkan, dalam ayat tersebut yakni pemekaran wilayah harus didasarkan pada unsur sumber daya manusia, sosial dan budaya, ekonomi, kesiapan di masa depan, dll. Dalam artian, di Papua ada banyak suku dengan kebudayaan yang berbeda sehingga jangan sampai masalah pemekaran wilayah menjadi kompleks. Typical orang tiap suku berbeda dan ketika akan membuat provinsi baru, harus dilihat apakah perbedaan budayanya ekstrim atau tidak terlalu terlihat.
Sementara itu, yang kedua adalah pemekaran wilayah untuk peningkatan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat. Harkat dan martabat rakyat Papua jadi naik karena setelah hidup lebih makmur mereka merasa bahagia. Juga berterimakasih karena lemerintah telah memakmurkan dan memodernkan Papua sehingga tidak kalah dari daerah lain.
Stigma negatif bahwa pemerintah hanya memanfaatkan Papua adalah salah besar. Penyebabnya karena rakyat Papua amat disayang, terutama di era Presiden Jokowi. Mereka diberi dana Otsus dan programnya diperpanjang. Selain itu nominalnya juga terus meningkat.
Harkat dan martabat orang Papua dinaikkan dan dihormati oleh pemerintah pusat karena mereka harus menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Papua adalah bagian dari Indonesia dan rakyatnya lebih memahami budayanya. Sehingga wajar jika dalam pemekaran wilayah suara orang Papua harus didengarkan. Ini tidak rasis, tapi memberi kesempatan bagi mereka untuk berkembang.
Saat ada UU Otsus maka poin pentingnya adalah naiknya harkat dan martabat orang Papua. Mereka boleh mengatur pemekaran wilayah dari segi kesiapan ekonomi dan kebudayaan, sehingga tidak menjadi problem suatu hari nanti. Pemerintah pusat menghargai rakyat Papua karena mereka adalah WNI juga.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
(SK/AA)