Jakarta, jurnalredaksi– Penguatan moderasi beragama diyakini efektif untuk mencegah radikalisme. Jika semua orang memahami makna penting moderasi beragama, maka diharapkan akan lebih bijak dalam menyikapi perbedaan maupun menangkal paham radikal.
Kelompok radikal dan teroris makin menyebar dan mereka mampu menyebarkan ideologinya di dunia maya, karena paham bahwa saat ini anak-anak muda memanfaatkan teknologi tersebut. Penyebaran radikalisme di media sosial merupakan cara kelompok radikal mendapatkan kader-kader baru dengan cukup mudah. Pencegahan penyebaran radikalisme di dunia maya belum semudahdi dunia nyata karena cakupannya sangat luas, dan masyarakat diharap untuk ikut menghalaunya juga.
Salah satu cara efektif untuk mencegah radikalisme adalah dengan moderasi beragama. Muh Iqra Zulfikar Wisnu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan menyatakan, “Moderasi beragama adalah kebutuhan di tengah-tengah krisis humanisme dan isu radikalisme saat ini. Peran pemuda sangat dibutuhkan untuk memberikan pencerahan kepada sesama pemuda.”
Dalam artian, isu radikalisme sudah begitu dahsyatnya sehingga amat berbahaya bagi keutuhan bangsa. Untuk mengatasinya maka kita butuh penguatan moderasi beragama. Di mana umat beribadah dan beragama dengan moderat dan tidak ekstrim kiri atau ekstrim kanan. Dengan begitu maka mereka akan sadar bahwa kelompok radikal itu salah karena memakai cara-cara ekstrim seperti sweeping tanpa izin dan pengeboman.
Jika semua orang memahami moderasi beragama maka mereka sadar bahwa terlalu ekstrim itu tidak baik karena Tuhan tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Jika umat taat beribadah maka mereka tidak akan melakukan tindakan ekstrim seperti yang dilakukan oleh kelompok radikal, yang selalu kepanasan saat menjelang hari raya umat dengan keyakinan lain.
Saat umat memahami moderasi beragama maka mereka tidak mau mengikuti langkah kelompok radikal dan teroris yang intoleran. Namun umat memahami bahwa perbedaan itu indah dan toleransi sudah diajarkan sejak zaman nabi. Beliau berdakwah dengan sangat lembut dan tidak berangasan seperti para anggota kelompok radikal. Bahkan nabi diriwayatkan selalu menyuapi orang buta, padahal ia memiliki keyakinan yang berbeda.
Anak-anak muda juga jadi garda depan dalam melawan radikalisme. Mereka mempromosikan moderasi beragama, terutama di media sosial, karena bagus untuk media promosi. Para pemuda bisa menjelaskan apa arti moderasi beragama dan bagaimana cara mengimplementasikannya, agar masyarakat paham bagaimana cara melakukannya. Dengan begitu maka mereka tidak akan teracuni oleh radikalisme.
Muh Iqra Zulfikar Wisnu melanjutkan, “Di dalam kitab suci ada berbagai perintah untuk tidak merusak hubungan sosial dengan alasan berbagai perbedaan. Misalnya ada ayat yang melarang kita untuk memaki simbol sakral agama lain.”
Dalam artian, jika seseorang memahami moderasi beragama maka ia sadar bahwa ketaatan bukan hanya dengan cara beribadah dan menjalin hubungan baik dengan Tuhan, tetapi juga bergaul dengan santun kepada sesama manusia. Salat, zakat, sedekah, dan melakukan ibadah lain itu baik, tetapi alangkah baiknya jika juga networking alias bergaul juga dengan manusia, dengan sebaik-baiknya.
Dalam bermasyarakat, maka memiliki hubungan baik tak hanya bagi mereka yang memiliki keyakinan yang sama, tetapi juga berbeda. Penyebabnya karena hanya dengan toleransi maka kita bisa hidup damai dan tidak akan terprovokasi oleh hoaks atau pengaruh dari kelompok radikal. Kita bisa berbahagia dan hidup damai karena menyadari bahwa Indonesia terdiri dari banyak perbedaan yang bersatu dalam bhinneka tunggal ika.
Dengan memviralkan moderasi beragama maka akan ada banyak manfaatnya, terutama untuk mencegah radikalisme, sehingga keutuhan Indonesia dapat terus dijaga.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AH/AA)