Jakarta, jurnalredaksi– Masyarakat mendukung Pemerintah untuk memberantas radikalisme di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Para ASN merupakan pelayan publik dan ujung tombak pemerintahan yang harus teguh kepada ideologi Pancasila.
ASN merupakan elemen penting dalam roda pemerintahan. Oleh sebab itu, ASN harus bebas dari ideologi radikal yang dapat mengganggu pelayanan publik. Akan tetapi sayangnya ditengarai jumlah ASN yang radikal makin bertambah. Hal ini amat menyedihkan karena radikalisme adalah ideologi terlarang.
Irjen Marthinus Hukom, Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menyatakan, “Akan ada alat untuk asesmen (mengukur) tingkat radikalisme seorang ASN. Alat ini tengah disusun oleh Densus 88, bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Ini akan menjadi tanggung jawab internal.”
Dalam artian, alat pengukur apakah ASN tersebut radikal dan teroris memang belum kelihatan wujudnya, apakah semacam aplikasi atau ujian khusus. Akan tetapi diharap asesmen ini akan ampuh untuk mengetahui tingkatan radikalisme seorang ASN.
Jika radikalisme yang dimiliki oleh seorang ASN rendah dan ia terbukti jadi simpatisan kelompok radikal, maka ia hanya mendapat teguran dari atasannya. Diharap dengan teguran tersebut maka ia akan sadar bahwa radikalisme berbahaya bagi bangsa dan sebagai ASN diharamkan untuk bersinggungan dengan radikalisme.
Sedangkan jika ASN ketahuan masuk ke kelompok radikal tetapi berjanji akan meninggalkannya, maka ia masuk ke kategori sedang. Hukumannya adalah ditunda kenaikan pangkatnya. Padahal kenaikan golongan dan pangkat sangat mereka tunggu karena otomatis gajinya juga naik. Diharap hukuman ini akan membuat kapok untuk berhadapan dengan radikalisme.
ASN yang masuk dalam kategori berat, dengan jadi pengurus kelompok radikal dan mempromosikan radikalisme, jihad, dan khilafah di media sosialnya, akan mendapat hukuman pemecatan. Hukuman paling berat ini diberikan karena mereka mendukung khilafah dan pembelotan sehingga jadi penghianat bangsa.
Irjen Marthinus melanjutkan, “Seluruh ASN, TNI, dan Polri adalah aparat negara dan harus berdiri di atas Pancasila dan UUD 1945.” Dalam artian, ASN dan aparat keamanan harus setia pada Pancasila dan UUD 45 serta anti radikalisme. Penyebabnya karena mereka adalah abdi negara jadi wajib setia pada negara.
Masyarakat mendukung pemerintah memberantas radikalisme di kalangan ASN. Jika ada hukuman maka wajar karena ASN yang terlibat radikalisme memang bersalah dan diharap menyadari keselahannya.
Bayangkan jika tidak ada asesmen untuk mengukur tingkat radikalsme seorang ASN dan mereka dibiarkan saja, maka mereka akan menyalahgunakan posisi dan jabatannya. Sebagaian gaji ASN yang cukup besar malah digunakan untuk mendukung radikalisme. Selain itu, jika ada kendaraan dinas juga bisa dipakai oleh kelompok radikal, dan hal ini amat mengerikan karena bisa menyuburkan radikalisme di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah bertambah serius dalam memberantas radikalisme di kalangan ASN. Selain via asesmen yang dijamin jitu (karena dibuat oleh Densus 88 antiteror dan BNPT) maka juga bisa via media sosial. Dalam artian dilihat isi medsos masing-masing ASN, jangan sampai mereka mempopulerkan jihad dan khilafah karena akan disemprit.
Masyarakat mendukung penuh program pemerintah untuk memberantas radikalisme di kalangan ASN. Penyebabnya karena ASN adalah abdi negara dan wajib untuk tunduk pada aturan negara, termasuk anti radikalisme. ASN yang terkena radikalisme akan mendapat hukuman sesuai dengan kesalahannya dan semoga mereka cepat-cepat sadar akan kesalahannya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Ma
(I/AA)