Komitmen Persatuan Bangsa Modal Kuat Hadapi Pelemahan Ekonomi Akibat Kebijakan Trump

  • Share

Oleh: Alex Fathoni *)

Kebijakan ekonomi yang baru-baru ini dicanangkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengguncang stabilitas perdagangan global, Indonesia menjadi salah satu yang terdampak. Dengan tarif sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk ekspor asal Indonesia, Amerika berupaya menegaskan agenda ekonominya melalui program “Liberation Day”. Namun, Indonesia tidak terjebak dalam kepanikan atau reaksi impulsif. Sebaliknya, pemerintah menunjukkan kematangan strategi dengan mengedepankan diplomasi, kerja sama regional, dan yang terpenting: komitmen terhadap persatuan bangsa.

banner 336x280

Pendekatan yang diambil pemerintah sejak awal menunjukkan bahwa Indonesia memandang tantangan ini sebagai peluang untuk memperkuat jati diri ekonomi nasional. Alih-alih membalas kebijakan sepihak dengan langkah yang bersifat konfrontatif, pemerintah memilih jalan negosiasi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan bahwa strategi Indonesia adalah merumuskan solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Pilihan ini jelas mencerminkan kematangan dalam menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang dan memperlihatkan sikap sebagai negara berdaulat yang berpijak pada kepentingan nasional.

Di sisi lain, komitmen untuk menjaga keberlanjutan ekspor tidak ditinggalkan begitu saja. Pemerintah telah menyusun langkah-langkah taktis guna mendukung sektor-sektor yang rentan terhadap dampak tarif. Bantuan yang dirancang tak hanya bersifat jangka pendek, namun juga ditujukan untuk mendorong diversifikasi pasar ekspor, terutama ke wilayah-wilayah seperti Eropa dan Asia Tenggara. Dengan demikian, Indonesia tidak menempatkan semua harapan pada satu pasar, tetapi mulai membangun ekosistem ekspor yang lebih tangguh dan beragam.

Presiden Prabowo Subianto turut menggarisbawahi pendekatan rasional yang ditempuh pemerintah. Dalam sebuah pernyataan di tengah kegiatan panen raya di Majalengka, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak gentar menghadapi tantangan ini. Ketegasan sikap Presiden bahwa Indonesia akan tetap tenang dan memilih jalur diplomasi memperkuat kepercayaan publik bahwa negara ini tidak akan terombang-ambing oleh tekanan dari luar. Lebih dari itu, presiden menekankan pentingnya hubungan yang adil dan setara dalam perdagangan internasional. Sebuah pandangan yang tak hanya mencerminkan nasionalisme, tapi juga kesadaran akan pentingnya menjaga kehormatan bangsa di kancah global.

Kekuatan Indonesia dalam menghadapi tekanan ini sesungguhnya berakar dari persatuan nasional yang telah terbangun dengan kokoh. Seluruh elemen masyarakat, dari pemerintah hingga warga sipil, memahami bahwa tantangan seperti ini hanya bisa dihadapi dengan solidaritas. Sentimen kebangsaan yang mencuat di ruang publik memperlihatkan bagaimana rakyat turut mendukung pendekatan diplomatik pemerintah. Di media sosial, muncul banyak pernyataan yang menegaskan bahwa langkah pemerintah adalah bentuk kearifan dalam menjaga kepentingan jangka panjang, bukan bentuk kelemahan.

Solidaritas tidak hanya muncul di dalam negeri, tetapi juga meluas ke kawasan regional. Dorongan Indonesia agar ASEAN mengambil sikap bersama dalam merespons kebijakan tarif ini telah menemukan gema di negara-negara tetangga. Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak bergerak sendiri. Dukungan dari Malaysia dan sejumlah negara ASEAN memperlihatkan bahwa kekuatan kolektif kawasan mampu menjadi penyeimbang dalam peta perdagangan dunia. Strategi membangun blok ekonomi regional yang kompak menjadi salah satu pilar dalam menghadapi ketimpangan kebijakan global.

Meskipun negara-negara besar lain seperti Tiongkok dan Uni Eropa bersiap melancarkan tindakan balasan, Indonesia mengambil pendekatan yang lebih menenangkan pasar. Keputusan untuk menghindari perang dagang mencerminkan tekad untuk menjaga iklim investasi domestik yang stabil. Upaya untuk meningkatkan daya saing produk lokal juga terus digalakkan, baik melalui peningkatan kualitas produksi, efisiensi logistik, hingga insentif bagi pelaku industri kecil dan menengah.

Langkah Indonesia dalam menghadapi tarif Trump tidak bisa dilepaskan dari perhitungan cermat terhadap kondisi perekonomian nasional. Dengan nilai surplus perdagangan terhadap Amerika Serikat yang mencapai 16,8 miliar dolar AS pada tahun 2024, posisi Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia telah berhasil menciptakan fondasi ekspor yang kokoh dan berorientasi pada keunggulan komparatif.

Rencana pengiriman delegasi tingkat tinggi ke Washington juga menjadi bagian dari strategi diplomasi aktif yang mengedepankan dialog dan kerja sama. Indonesia tidak datang sebagai pihak yang memohon keringanan, melainkan sebagai mitra dagang yang menawarkan keseimbangan dan saling menghormati. Langkah ini bukan hanya sekadar diplomatik, tetapi juga simbol kepercayaan diri bangsa dalam bernegosiasi di panggung global.

Komitmen terhadap persatuan menjadi benang merah yang mengikat seluruh respons kebijakan Indonesia terhadap tarif baru ini. Di tengah gejolak yang melanda pasar internasional, Indonesia memilih jalur bijak dan bermartabat. Pemerintah tidak membiarkan sentimen populis atau tekanan politik jangka pendek mengganggu kepentingan ekonomi nasional. Sebaliknya, melalui koordinasi antar lembaga, kerja sama lintas sektor, dan dorongan dari masyarakat, negara ini menunjukkan bahwa tantangan global bisa dihadapi tanpa harus berkonfrontasi.

Dengan mengandalkan kekuatan internal dan solidaritas regional, Indonesia memberi pelajaran penting bagi dunia bahwa kebijakan luar negeri dan ekonomi tidak harus agresif untuk menunjukkan kekuatan. Justru dalam ketenangan, kebijaksanaan, dan persatuan, tersimpan kekuatan sejati sebuah bangsa. Dan dalam menghadapi tarif Trump, Indonesia telah memilih untuk berdiri tegak—bukan dengan kemarahan, tapi dengan martabat dan perhitungan.

*) Pemerhati Kebijakan Ekonomi

  • Share