Oleh : Dhika Permadi )*
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah saat ini menjadi langkah nyata yang sangat strategis dalam menghapus kemiskinan ekstrem di berbagai wilayah Indonesia. Tak hanya memberi manfaat langsung kepada masyarakat dari sisi gizi, program ini juga membuka peluang ekonomi dan menciptakan lapangan kerja dalam skala besar. Karena itu, sudah sepatutnya publik memberi perhatian lebih terhadap keberhasilan program ini dan mendukung keberlanjutannya.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana menyoroti betapa kuat dampak dari MBG dalam memberdayakan masyarakat, khususnya kelompok ibu rumah tangga usia produktif yang selama ini belum terserap pasar kerja. Ia menyebut bahwa kini ada ribuan ibu berusia antara 40 hingga 45 tahun yang dulunya tidak memiliki penghasilan, kini mendapatkan gaji tetap sebesar Rp2 juta per bulan melalui keterlibatan mereka dalam Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Dalam pandangan Dadan, hal ini merupakan bentuk pemberdayaan ekonomi yang konkret, yang berdampak langsung terhadap penghapusan kemiskinan ekstrem. Sebab dengan memiliki pendapatan tetap, kelompok yang sebelumnya masuk dalam kategori rentan kini bisa lebih mandiri dan berdaya.
Dadan Hindayana juga mengungkapkan bahwa efek domino dari pelaksanaan program MBG sangat luas. Setiap satuan SPPG mempekerjakan sedikitnya 50 orang tenaga kerja langsung. Jika target 30 ribu SPPG dapat direalisasikan di seluruh Indonesia, maka program ini mampu membuka sekitar 1,5 juta lapangan kerja baru hanya dari sektor penyediaan makanan bergizi.
Dan itu belum termasuk dampak terhadap pelaku usaha kecil dan mikro yang menjadi mitra penyedia bahan baku seperti telur, sayuran, beras, tepung, mie, bahkan hingga pengelolaan limbah minyak jelantah. Dalam proyek percontohan yang dilaksanakan di Warung Kiara, Sukabumi, seluruh pemasok yang bekerja sama dengan program ini adalah para pengusaha baru yang tercipta berkat dorongan dan peluang dari pelaksanaan MBG. Artinya, setiap unit SPPG berpotensi menciptakan sedikitnya 15 wirausaha baru, memperkuat sektor pangan dari hulu ke hilir.
Hingga April 2025, telah beroperasi lebih dari seribu unit SPPG di berbagai wilayah, tepatnya sebanyak 1.009. Target jangka pendeknya adalah meningkatkannya menjadi 1.533-unit dalam waktu dekat. Yang menarik, pembangunan infrastruktur untuk program ini tidak sedikit pun mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Seluruh fasilitas didirikan melalui kemitraan strategis dengan sektor usaha mikro, restoran, dan penyedia jasa katering yang sebelumnya terancam gulung tikar akibat tantangan ekonomi. Ini menunjukkan bahwa pemerintah berhasil mendorong sinergi antara program sosial dan kebangkitan ekonomi rakyat.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, juga memberikan pernyataan tegas bahwa program ini merupakan strategi jitu untuk menekan ketergantungan pada produk pangan impor sekaligus memperkuat industri pangan nasional.
Ia melihat bahwa langkah ini tidak hanya memperbesar pendapatan petani lokal dan UMKM, tetapi juga memperkuat rantai pasok pangan dalam negeri. Meski beberapa bahan pangan masih diproduksi di luar negeri, pemerintah terus berupaya membangun kapasitas produksi nasional agar bisa memenuhi seluruh kebutuhan domestik secara mandiri. Ini menjadi strategi jangka panjang yang bukan hanya berpihak kepada rakyat kecil, namun juga memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
Di banyak daerah, implementasi program MBG menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melibatkan petani dan produsen lokal secara langsung. Pendekatan yang digunakan adalah kemitraan antara pemerintah daerah dengan koperasi pangan yang mempercepat proses distribusi bahan makanan dari produsen ke SPPG.
Mekanisme ini sangat membantu menjaga kestabilan harga dan menjamin peningkatan kesejahteraan bagi para pelaku sektor pertanian dan pangan. Para petani tak lagi dibayangi ketidakpastian pasar karena produk mereka telah memiliki tujuan yang pasti, yakni untuk mendukung kebutuhan pangan bergizi gratis bagi masyarakat.
Prof. Arief Anshory Yusuf, yang merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran sekaligus anggota Dewan Ekonomi Nasional, melihat potensi besar dari program MBG dalam menekan angka kemiskinan. Dalam analisisnya, program ini bisa menurunkan tingkat kemiskinan hingga 5,8 persen.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa pencapaian itu sangat bergantung pada adanya kebijakan pendukung yang menjaga mutu produk lokal. Artinya, keamanan pangan harus menjadi prioritas, dengan penerapan standar yang tinggi agar tidak ada perbedaan kualitas antara produk dalam negeri dan impor. Dengan begitu, konsumen pun mendapatkan makanan bergizi yang aman dan berkualitas tinggi.
Selain standar kualitas, bentuk pendampingan dari pemerintah juga sangat krusial. Upaya ini mencakup penyuluhan kepada petani dan pelaku usaha lokal mengenai pentingnya gizi, serta dukungan teknologi pertanian dan peternakan agar produksi mereka mampu memenuhi standar program MBG. Pendampingan ini bukan hanya meningkatkan volume produksi, tetapi juga nilai kompetitif produk lokal di pasar nasional.
Program makan bergizi gratis adalah bukti bahwa kebijakan publik bisa berdampak besar jika dirancang dengan pendekatan holistik dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. MBG telah membuktikan bahwa pemberdayaan ekonomi, penguatan industri lokal, dan penghapusan kemiskinan ekstrem bisa berjalan beriringan.
Maka dari itu, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat turut mendukung keberlanjutan program ini, tidak hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai bagian dari perubahan menuju Indonesia yang lebih berdaulat dalam pangan dan lebih adil dalam kesejahteraan.
)* Penulis adalah kontributor Jendela Baca Institute